Parpol Profesional Pemilu Berkualitas

Selasa, 26 November 2019 | 10:56:45 WIB

Jakarta (Beritaintermezo.com)-Anggota MPR RI dari unsur DPD RI Otopianus P. Tebai, mengatakan jika masalah pilkada langsung di Papua antara lain keharusan ada keterwakilan putera daerah, pembiayaan yang besar, dan masa jabatan yang sebaiknya cukup sekali, namun selama tujuh tahun. Bukan lima tahun seperti selama ini.

"UU Pilkada harus mengatur keterwakilan putera daerah, besaran biaya antara pilgub dengan pilkada harus dibatasi. Misalnya pilgub Rp 500 juta, maka pilkada kabupaten Rp 200 juta, dan masa jabatan 7 – 8 tahun dan sesudahnya tak bisa dipilih kembali," demikian Otopianus.

Hal itu disampaikan dalam diskusi Empat Pilar MPR RI "Evaluasi Pelaksanaan Otonomi Daerah (Pasal 18 UUD tidak mengharuskan pilkada dipilih langsung)" bersama anggota Fraksi Partai Gerindra MPR RI Kamrussamad, dan Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia (LIMA), Ray Rangkuti, di Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Jumat (22/11/2019) lalu.

Putera daerah dimaksud lanjut Otopianus, bisa diwakili oleh pimpinan atau kepala adat daerah setempat, dan sebagainya. “Putera daerah bisa ditentukan oleh kepala adat setempat. Saya kira ini akan lebih adil,” katanya singkat.

Menurut Kamrussamad untuk pilkada 2020 ini 270 daerah sudah menendatangani dana hibah sebesar Rp 90 triliun. Dengan anggaran itu diharapkan pilkada tak saja berjalan secara demokratis prosedural, tapi secara substantif menghasilkan pimpinan daerah yang berkualitas.

Karena itu kata Kamrussamad, rakyat harus terus diberi edukasi – pendidikan akan kesadaran berdemokrasi dan politik, agar tidak memilih kepala daerah atas kekuatan modal, melainkan yang yang bersih, memiliki visi, misi, dan komitmen untuk memajukan daerah. "Parpol pun harus transparan dalam rekrutmen calon kepala daerah, itu tanpa mahar. Pilkada ini bisa dihemat dengan e-budgeting, e-voting dan digital lainnya," katanya.

Apalagi dengan pilkada langsung ini masih menjadikan Jakarta sebagai pusat, epicentrum kekuasaan apapun. Misalanya menjadi artis, pejabat, DPR, dan lainnya semuanya mesti lewat Jakarta dulu. "Pilkada belum menghasilkan distribusi kekuasaan. Makanya benar, Presiden Jokowi membangun dari daerah," tambahnya.

Berbeda dengan Amerika Serikat. Menurut Kamrussamad, kalau mau jadi artis di Hollywodd,  pengusaha besar di New York, ahli sain dan teknologi di San Fransisko, belajar yang baik di Boston University, politisi hebat di Washngton DC, dan lain-lain. "Jadi, tak harus semua lewat New York. Artinya Amerika sudah mendistribusikan kekuasaan itu ke daerah sebagai negara federal," pungkasnya.

Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia (LIMA), Ray Rangkuti menilai kalau ada upaya mengembalikan pilkada langsung kembali ke DPRD, itu sama saja mengembalikan oligarki partai politik. Padahal, dengan pilkada langsung saja, oligarki - nepotisme politik belum bisa dihapuskan.

"Kalau pilkada dievaluasi, kenapa pilpres dan pileg tidak? Pilkada langsung ini justru memperkuat posisi rakyat untuk berdaulat, berdemokrasi untuk memilih pemimpinnya," tegas Ray Rangkuti di Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Jumat (22/11/2019).

Kalau alasannya biaya tinggi lanjut Ray,  dan banyak kepala daerah kena kasus hukum termasuk operasi tangkap tangan (OTT) oleh KPK, itu bukan terletak pada pilkadanya, melainkan perilaku kepala daerah dan pengawasan yang lemah.

"Pilkada langsung ini wujud partisipasi rakyat, dan bukan sebaliknya  diwakili oleh orang lain. Bahkan di era digital saat ini, rakyat bisa memilih dari kamar tidurnya lewat Hp. Kalau dikembalikan ke DPRD ya mundur.  Makanya, parpol jangan membebani calon kepala daerah," pungkasnya.(Bir)

Terkini