Meranti (BIC)-Hutan di Kabupaten Kepulauan Meranti kian menipis. Di balik hijaunya pepohonan tersisa, tersimpan kisah kelam tentang penebangan liar yang terus menggerogoti paru-paru bumi. Investigasi di lapangan menemukan jejak pembalakan liar yang kian marak di sejumlah wilayah, terutama di Desa Tanjung Peranap dan Desa Kampung Balak, Kecamatan Tebing Tinggi Barat.
Kerusakan hutan bukan sekadar kehilangan pepohonan. Ia berarti ancaman nyata bagi kehidupan—mulai dari penurunan kualitas oksigen, risiko banjir dan longsor, hingga kekeringan dan hilangnya keanekaragaman hayati. “Selama ini hutan dipandang sebagai sumber ekonomi, bukan sebagai benteng kehidupan,” ungkap seorang pemerhati lingkungan setempat.
Namun, di tengah ancaman itu, muncul perlawanan. Kepala Desa Tanjung Peranap, Indra, bersama perangkat desa, mengambil langkah tegas: menolak segala bentuk penebangan liar. “Kami tidak ingin hutan kami rusak karena ulah pihak yang tidak bertanggung jawab. Hutan harus dijaga agar memberi manfaat bagi generasi mendatang,” tegasnya kepada awak media, Jumat (12/9/2025).
Sikap tegas masyarakat mendapat dukungan aparat kepolisian. Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polsek Tebing Tinggi melakukan operasi penertiban di Desa Lukun, Kecamatan Tebing Tinggi Timur, Selasa (14/10/2025). Dari hasil razia, petugas berhasil mengamankan tumpukan kayu balok dalam jumlah besar tanpa dokumen resmi Surat Keterangan Sah Hasil Hutan (SKSHH).
"Kami sudah amankan seluruh barang bukti dan memasang garis polisi di lokasi agar tidak berpindah. Saat ini sedang kami dalami siapa pemiliknya," jelas Kanit Reskrim Polsek Tebing Tinggi, Sapta Anwar, SH.
Penyidik akan menjerat pelaku sesuai UU No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, dengan ancaman 10 tahun penjara dan denda hingga Rp10 miliar.
Namun, perjuangan menyelamatkan hutan belum selesai. Masyarakat kembali menemukan ribuan keping kayu olahan diduga hasil illegal logging di kawasan Desa Tanjung Peranap, Minggu (19/10/2025). Temuan ini memperkuat dugaan bahwa jaringan pembalakan liar masih beroperasi bebas.
Warga berharap aparat penegak hukum bergerak cepat membongkar dalang di balik praktik ini.
"Kalau dibiarkan, bukan tidak mungkin hutan Meranti akan hilang dari peta," ujar seorang warga yang enggan disebut namanya.
Jejak yang tertinggal di tanah basah Meranti kini menjadi bukti: di tengah perjuangan menjaga alam, masih ada segelintir pihak yang menjual masa depan demi keuntungan sesaat.***(Karim)