Pekanbaru (Beritaintermezo.com) - Koordinator Jikalahari Riau, Woro Supartinah meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Badan Restorasi Gambut (BRG) menindak tegas PT RAPP atas pelanggaran yang sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku. Selain itu, Woro juga meminta Pemerintah melakukan upaya pencabutan izin dan kewajiban merestorasi hutan yang dirusak perusahaan milik Sukanto Tanoto tersebut.
Jikalahari mengatakan pemerintah harus cepat bertindak, karena RAPP telah melakukan perusakan lingkungan dan melanggar UU karena melakukan pembukaan lahan gambut dan kanal di Pulau Padang, Kabupaten Meranti, Provinsi Riau. Dimana perbuatan pembukaan itu ditemukan Badan Restorasi Gambut (BRG) ketika melakukan inspeksi mendadak (SIDAK) ke Pulau Padang beberapa pekan lalu.
"Harusnya Pemerintah menghentikan permanen kegiatan pembangunan kanal-kanal di lahan gambut Pulau Padang oleh PT.RAPP, bukan menghentikan sementara," ujarnya Woro.
Menurutnya, pemberian sanksi penghentian sementara pembukaan lahan gambut dan kanal selama tiga bulan kedepan, sejak pertemuan 05 September 2016 lalu oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tersebut terkesan tebang pilih. Pasalnya, operasi perusahaan milik Sukanto Tanoto itu diduga secara terang-terangan melakukan pelanggaran PP 71 Tahun 2014, Pasal 23 Ayat (2 dan 3) tentang perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut.
Bahkan, perusahaan bubur Group April tersebut terkesan mengantongi dan mengabaikan surat edaran S.494/MENLHK-PHPL/2015. Dimana intisari surat edaran itu melarang IUPHHK HTI/HA, RE serta pemegang izin perkebunan melakukan pembukaan lahan baru pada kawasan gambut.
"Kasus ini menjadi contoh, PT.RAPP memenuhi aturan 20 persen area konsesi nya sebagai tanaman kehidupan seperti tertera dalam Permen LHK No: P.12/Menlhk-12/2015 tentang pembangunan Hutan Tanam Industri (HTI), dan menyesuaikan RKU dan RKT nya berdasarkan aturan tersebut, setelah kasus konflik dengan masyarakat terjadi. Dan kasus ini terbuka ke publik,"katanya.
Untuk itu, Jikalahari KLHK dan BRG agar memberikan sanksi tegas terhadap aksi perbuatan PT.Riau Andalan Pulp and Puper (RAPP).
"KLHK dan BRG menindak tegas pelanggaran yang dilakukan PT.RAPP sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku," tegasnya. (son/jin)
Jikalahari mengatakan pemerintah harus cepat bertindak, karena RAPP telah melakukan perusakan lingkungan dan melanggar UU karena melakukan pembukaan lahan gambut dan kanal di Pulau Padang, Kabupaten Meranti, Provinsi Riau. Dimana perbuatan pembukaan itu ditemukan Badan Restorasi Gambut (BRG) ketika melakukan inspeksi mendadak (SIDAK) ke Pulau Padang beberapa pekan lalu.
"Harusnya Pemerintah menghentikan permanen kegiatan pembangunan kanal-kanal di lahan gambut Pulau Padang oleh PT.RAPP, bukan menghentikan sementara," ujarnya Woro.
Menurutnya, pemberian sanksi penghentian sementara pembukaan lahan gambut dan kanal selama tiga bulan kedepan, sejak pertemuan 05 September 2016 lalu oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tersebut terkesan tebang pilih. Pasalnya, operasi perusahaan milik Sukanto Tanoto itu diduga secara terang-terangan melakukan pelanggaran PP 71 Tahun 2014, Pasal 23 Ayat (2 dan 3) tentang perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut.
Bahkan, perusahaan bubur Group April tersebut terkesan mengantongi dan mengabaikan surat edaran S.494/MENLHK-PHPL/2015. Dimana intisari surat edaran itu melarang IUPHHK HTI/HA, RE serta pemegang izin perkebunan melakukan pembukaan lahan baru pada kawasan gambut.
"Kasus ini menjadi contoh, PT.RAPP memenuhi aturan 20 persen area konsesi nya sebagai tanaman kehidupan seperti tertera dalam Permen LHK No: P.12/Menlhk-12/2015 tentang pembangunan Hutan Tanam Industri (HTI), dan menyesuaikan RKU dan RKT nya berdasarkan aturan tersebut, setelah kasus konflik dengan masyarakat terjadi. Dan kasus ini terbuka ke publik,"katanya.
Untuk itu, Jikalahari KLHK dan BRG agar memberikan sanksi tegas terhadap aksi perbuatan PT.Riau Andalan Pulp and Puper (RAPP).
"KLHK dan BRG menindak tegas pelanggaran yang dilakukan PT.RAPP sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku," tegasnya. (son/jin)