Pekanbaru (BIC)-Jagung rebus hangat terhidang di meja kayu sebuah saung sederhana di tengah hamparan sawit berusia remaja. Aroma kopi panas menyeruak menggugah diskusi sederhana namun sarat makna kian semarak.
Muntasi, salah satu petani sawit asal Provinsi Nangroe Aceh Darussalam salah satunya. Dia begitu antusias menyimak diskusi yang penuh dengan ilmu pengetahuan itu. Ia percaya, pengetahuan, pengalaman dan ilmu baru yang diperoleh akan mengubah pola kemitraan di kampungnya ke arah yang lebih baik.
Medio Juni 2025, Muntasi dan puluhan petani sawit yang berasal dari Provinsi Nangroe Aceh Darussalam, Jambi, dan Lampung bertandang ke PTPN IV PalmCo Regional III, Provinsi Riau.
Kehadiran para petani yang bermitra dengan PTPN IV dari masing-masing provinsi asal tersebut untuk mempelajari sekaligus mengadopsi pola kemitraan petani dalam mengakselerasi peremajaan sawit rakyat (PSR) yang berlangsung di Riau.
Dalam kegiatan yang berlangsung selama tiga hari medio Juni 2025 ini, mereka berkunjung dan berinteraksi langsung dengan ratusan petani mitra perusahaan di Kabupaten Kampar dan Rokan Hulu.
"Luar biasa. Kami sangat berharap keberhasilan yang diraih di sini bisa diterapkan di Aceh. Setidaknya ada empat hal penting yang kami pelajari dari sini yang Insya Allah bisa terapkan," kata Muntasir, ketua rombongan petani dari Provinsi Nangroe Aceh Darussalam itu.
Pertama, lanjut pria yang juga ketua kelompok tani Produsen Mulia Jaya Aceh tersebut, kebijakan kemitraan dengan pola manajemen tunggal atau single management. Pola tersebut menjadi kunci sukses program PSR yang dilaksanakan PTPN IV PalmCO Regional III Riau di berbagai kabupaten Provinsi Riau.
Melalui pola tersebut, kultur teknis petani mitra akan setara dengan standar tinggi perusahaan, mulai dari penumbangan sawit renta, pemanfaatan bibit sawit unggul bersertifikat, proses penananman, pemupukan, hingga pemeliharaan untuk diterapkan di areal peremajaan sawit masyarakat.
Pendekatan tersebut, ia nilai kian lengkap dengan pola off taker atau pendampingan perusahaan kepada petani selama proses peremajaan sawit berlangsung. Salah satu wujud pola tersebut adalah skema cash for works untuk para petani mitra sehingga para petani tetap mendapatkan penghasilan selama peremajaan berlangsung.
Selanjutnya, PTPN IV juga menawarkan program penyediaan bibit sawit unggul bersertifikat, pendamping, pelatihan kepada para petani sehingga mampu meningkatkan kemampuan dan pengetahuan petani dalam mewujudkan perkebunan berkelanjutan.
"Pola yang diusung oleh Dirut PTPN IV PalmCo Pak Jatmiko Santosa ini kami kira menjadi kunci sukses PSR di Regional III. Selama ini kami hanya mendengar, namun dari kegiatan ini, kami bisa memahaminya secara langsung," timpal Maryanto, ketua rombongan petani asal Jambi.
Hal senada disampaikan oleh Roni, ketua rombongan petani asal Lampung yang menjelaskan persoalan kemitraan di Riau tidak jauh berbeda dengan provinsi yang berada di ujung Pulau Andalas tersebut. Namun, pendekatan yang dilaksanakan Regional III memberikan hasil yang jauh lebih baik.
"Memang kalau kita lihat karateristik permasalahan di sini tidak jauh berbeda dengan Lampung. Kerjasama antara pihak perusahaan dan petani yang tentu akan sukses dan berhasil ketika roh nya ada. Roh kebersamaan. Roh kebersamaan itu butuh rasa saling. Saling mendukung, saling membantu, saling menguatkan. Tidak bisa berdiri sendiri. Strategi ini yang akan kita bawa ke sana," kata Roni yang juga Ketua Koperasi Bina Sejahtera Lampung itu.
"Kami dapat satu perbandingan yang sangat luar biasa. Keterbukaan, transparansi, itu modal utama untuk kepercayaan. Kemitraan di Riau sangat istimewa. Harapan kami di Lampung sama dengan yang diterapkan di Pekanbaru ini. Oleh karena itu kami akan sebarluaskan (pola kemitraan di Riau ke) petani kami di Kalbar. Semoga program ini tidak hanya dirasakan petani di Pekanbaru, tapi dirasakan oleh seluruh petani Indonesia," urainya.
SEVP Operation PTPN IV Regional III Yuhdi Cahyadi menyambut hangat kunjungan rombongan studi banding ini dan mengatakan kegiatan tersebut menjadi ajang pertukaran pengalaman dan pembelajaran mengenai pengelolaan kebun plasma kelapa sawit dan program PSR.
Ia mengatakan PTPN IV Regional III merupakan salah satu korporasi dengan kemitraan terbesar di Indonesia dengan total areal mencapai 56.000 hektare, atau 60 persen dari total HGU seluas 76.000 Ha. Tidak hanya memperkuat petani melalui program kemitraan, PTPN IV Regional III, turut menyediakan bibit sawit unggul bersertifikat.
Hingga kini, tak kurang 2 juta bibit sawit unggul berseritifikat yang berada di tujuh sentra pembibitan PTPN IV Regional III telah diserap para petani swadaya.
"Melalui studi banding ini, kami ingin berbagi pengalaman untuk saling memperkuat satu sama lain. Tanpa petani plasma, perusahaan tidak akan berkembang. Sebaliknya, petani juga sangat terbantu oleh kemitraan yang adil dan transparan," kata Yudhi.
Hal senada disampaiak GM Distrik Petani Mitra Ferry P Lubis yang mengatakan bahwa kemitraan di PTPN IV Regional III didasarkan pada perjanjian tertulis yang disusun bersama, dengan pemahaman secara komprehensif kedua belah pihak.
Sebagai bagian dari dukungan kepada petani, PTPN turut membantu pembentukan kelembagaan seperti KUD (Koperasi Unit Desa), termasuk mendampingi secara teknis dan administratif agar petani dapat mengikuti program PSR. Pendekatan personal juga dilakukan, seperti menugaskan staf lapangan perempuan untuk membangun komunikasi yang lebih terbuka dengan petani. "Monitoring, pendampingan, dan komunikasi yang baik menjadi kunci utama. Kami optimis dapat terus membina petani-petani baru," tutur Ferry.***