PELALAWAN (Beritaintermezo.com) - Lahan seluas 183,8 ha milik Houtman Sihombing yang telah di tanami pohon sawit, diduga digarap oleh Perusahaan PT Arara Abadi (AA) dan ditanami pohon akasia diantara tanaman sawit tersebut.
Karena polemik sengketa lahan tersebut Houtman warga Desa Palas, Kecamatan Pangkalan Kuras, Kabupaten Pelalawan, menggugat perusahaan Sinar Mas Group ke Pangadilan. Laporan ke Pengadilan Negeri Pelalawan tersebut melalui organisasi Bantuan Hukum Seroja 77 yang beralamat di
Pekanbaru.
Menurut Houtman di kediamannya kepada sejumlah rekan media, Sabtu (16/01) 2021 mengatakan pihaknya sebagai penggugat melalui kuasa hukumnya menuntut kerugian materil dan inmateril, untuk materil menuntut ganti rugi sebanyak Rp. 132.275.000 sementara untuk kerugian immateril, tuntutannya adalah satu milyar.
"Kita tak main-main dengan persoalan ini, karena saya yakin berada di pihak yang benar meski yang harus saya lawan adalah perusahaan raksasa," tandas Houtman.
Selain PT Arara Abadi kita juga mengajukan gugatan terhadap Kementerian Lingkungan Hidup Cq. Kehutanan RI Cq. Dirjen Pengelolaan Hutan Produksi Lestari Cq. Balai Pengelolaan Hutan Produksi Wilayah III Pekanbaru, Kepala Desa Palas, Camat Pangkalan kuras dan Pemangku Adat Petalangan Batin Sengeri.
Dia mengatakan bahwa duduk persoalan ini sebenarnya sudah terang benderang, jika PT. AA mencaplok lahan miliknya tanpa dasar alasan yang jelas. Dikatakannya, bahwa dirinya adalah pemilik sah lahan garapan seluas 183,8 Ha yang ada di Desa Palas, dan itu merupakan bekas peladangan dalam wilayat Batin Sengeri di Desa Palas, Kecamatan Pangkalan Kuras, Kabupaten Pelalawan, Riau
"Dan saya juga merupakan bagian dari anak kemenakan Batin Sengeri, ini sesuai Surat Keterangan Nomor 11/BS-LAP/SK/V/2020 ditandatangani Pemangku Adat Petalangan Batin Sengeri tanggal 30 Mei 2020," ujarnya.
Di tanggal tersebut juga, Batin Sengeri memberikan keterangan bahwa lahan seluas 183,8 ha yang digarap oleh Houtman adalah memang benar miliknya. Bukti kepemilikan yang merupakan bekas perladangan dalam wilayah Batin Sengeri itu, apalagi jauh hari sebelumnya Wali Desa Palas telah menerima ganti rugi/sagu hati sebagai Pancung Alas dari Houtman yang kemudian lahan tersebut diserahkan ke Houtman.
"Di tahun 1991, saya telah memberkan sagu hati atau pancung alas yang diterima Wali Desa Palas yakni A.Samat. Saat itu, dalam surat pernyataannya Samat menyatakan bahwa saya telah melakukan pelunasan terhadap ganti kerugian lahan seluas 183,8 ha. Dan itu diketahui oleh Camat Pangkalankuras, dimana pada saat Wali Desa Palas menyerahkan lahan tersebut ke saya,
batas-batas lahannya yakni sebelah timur berbatasan dengan batas Desa Terantang Manuk sejauh 1.200 meter, sebelah barat berbatas dengan Hutan Sialang Pabano sejauh 1.200 meter, sebelah utara berbatas dengan jalan sejauh 1.525 meter dansebelah selatan berbatas dengan jalan sejauh 1.525 meter," ungkapnya.
Pasca penyerahan lahan tersebut, Houtman langsung menanami pohon Kelapa Sawit, yang ditanami seluas kurang-lebih 140 hadari luas 183,8 ha yang diserahkan oleh Kades Samad pada Houtman. Jumlah bibit pohon kelapa sawit dari luas yang ditanam pada saat itu sebanyak kurang-lebih 22 ribu batang.
"Dimulai bulan Oktober 2020, setiap saya melakukan penanaman selalu dihalangi PT. Arara Abadi (AA) bahkan perusahaan malahmenanam pohon akasia di sebelah tanaman saya. Tindakan perusahaan seperti itu membuat 2.000 pohon kelapa sawit yang saya tanam menjadi rusak, dikarenakan alat berat milik perusahaan karena mereka bekerja tanpa didasari tata batas areal kerja sebagaimana amanat SK 703/MENHUT-II/2013 tentang perubahan keputusan menteri kehutanannoor 743/KPTS-II/1996 tanggal 25 November 1996 tentang pemberian hak pengusahaan hutan tanaman industri atas areal hutan seluas 299.975 ha di Riau pada PT. Arara Abadi tanggal 21 Oktober 2013," tandasnya.
Lucunya, PT AA di tanggal 22 OKtober 2020 membuat surat pengaduan ke Ditreskrimsus dengan nomor surat 229/AA/X/2020/Ditreskrimsus atas dugaan tindak pidana di bidang pencegahan dan pmberantasan perusakan hutan berupa melakukan kegiatan perkebunan tanpa izin Menteri di kawasan hutan yang terjadi di Desa Palas, Kecamatan Pangkalankuras, Kabupaten Pelalawan, Riau.
"Padahal jika seperti itu, PT AA harus mampu memberikan bukti penetapan kawasan hutan sebagaimana amanat Pasal 14 dan Pasal 15 UU No 41 tahun 1999 tentang kehutanan guna melengkapi alibi hukum mereka. Atas dasar itu, Ditreskrimsus kemudian memanggil saya tanggal 10 November 2020. Tapi saya menyayangkan pemanggilan ini, karena saya menilai Ditreskrimsus dalam memanggil saya sepertinya tidak melakukan penelitian terhadap laporan dari perusahaan," katanya.
Lanjutnya, apa yang dilakukan perusahaan terhadap dirinya terkesan mengada-ada karena sejauh ini PT AA belum mampu memberikan kepastian hukum di lapangan terhadap kawasan hutan itu sendiri. Ini sebagaimana dimaksud Pasal 1 angka 3 UU No. 41 tahun 1999, yang menyatakan.
Karena polemik sengketa lahan tersebut Houtman warga Desa Palas, Kecamatan Pangkalan Kuras, Kabupaten Pelalawan, menggugat perusahaan Sinar Mas Group ke Pangadilan. Laporan ke Pengadilan Negeri Pelalawan tersebut melalui organisasi Bantuan Hukum Seroja 77 yang beralamat di
Pekanbaru.
Menurut Houtman di kediamannya kepada sejumlah rekan media, Sabtu (16/01) 2021 mengatakan pihaknya sebagai penggugat melalui kuasa hukumnya menuntut kerugian materil dan inmateril, untuk materil menuntut ganti rugi sebanyak Rp. 132.275.000 sementara untuk kerugian immateril, tuntutannya adalah satu milyar.
"Kita tak main-main dengan persoalan ini, karena saya yakin berada di pihak yang benar meski yang harus saya lawan adalah perusahaan raksasa," tandas Houtman.
Selain PT Arara Abadi kita juga mengajukan gugatan terhadap Kementerian Lingkungan Hidup Cq. Kehutanan RI Cq. Dirjen Pengelolaan Hutan Produksi Lestari Cq. Balai Pengelolaan Hutan Produksi Wilayah III Pekanbaru, Kepala Desa Palas, Camat Pangkalan kuras dan Pemangku Adat Petalangan Batin Sengeri.
Dia mengatakan bahwa duduk persoalan ini sebenarnya sudah terang benderang, jika PT. AA mencaplok lahan miliknya tanpa dasar alasan yang jelas. Dikatakannya, bahwa dirinya adalah pemilik sah lahan garapan seluas 183,8 Ha yang ada di Desa Palas, dan itu merupakan bekas peladangan dalam wilayat Batin Sengeri di Desa Palas, Kecamatan Pangkalan Kuras, Kabupaten Pelalawan, Riau
"Dan saya juga merupakan bagian dari anak kemenakan Batin Sengeri, ini sesuai Surat Keterangan Nomor 11/BS-LAP/SK/V/2020 ditandatangani Pemangku Adat Petalangan Batin Sengeri tanggal 30 Mei 2020," ujarnya.
Di tanggal tersebut juga, Batin Sengeri memberikan keterangan bahwa lahan seluas 183,8 ha yang digarap oleh Houtman adalah memang benar miliknya. Bukti kepemilikan yang merupakan bekas perladangan dalam wilayah Batin Sengeri itu, apalagi jauh hari sebelumnya Wali Desa Palas telah menerima ganti rugi/sagu hati sebagai Pancung Alas dari Houtman yang kemudian lahan tersebut diserahkan ke Houtman.
"Di tahun 1991, saya telah memberkan sagu hati atau pancung alas yang diterima Wali Desa Palas yakni A.Samat. Saat itu, dalam surat pernyataannya Samat menyatakan bahwa saya telah melakukan pelunasan terhadap ganti kerugian lahan seluas 183,8 ha. Dan itu diketahui oleh Camat Pangkalankuras, dimana pada saat Wali Desa Palas menyerahkan lahan tersebut ke saya,
batas-batas lahannya yakni sebelah timur berbatasan dengan batas Desa Terantang Manuk sejauh 1.200 meter, sebelah barat berbatas dengan Hutan Sialang Pabano sejauh 1.200 meter, sebelah utara berbatas dengan jalan sejauh 1.525 meter dansebelah selatan berbatas dengan jalan sejauh 1.525 meter," ungkapnya.
Pasca penyerahan lahan tersebut, Houtman langsung menanami pohon Kelapa Sawit, yang ditanami seluas kurang-lebih 140 hadari luas 183,8 ha yang diserahkan oleh Kades Samad pada Houtman. Jumlah bibit pohon kelapa sawit dari luas yang ditanam pada saat itu sebanyak kurang-lebih 22 ribu batang.
"Dimulai bulan Oktober 2020, setiap saya melakukan penanaman selalu dihalangi PT. Arara Abadi (AA) bahkan perusahaan malahmenanam pohon akasia di sebelah tanaman saya. Tindakan perusahaan seperti itu membuat 2.000 pohon kelapa sawit yang saya tanam menjadi rusak, dikarenakan alat berat milik perusahaan karena mereka bekerja tanpa didasari tata batas areal kerja sebagaimana amanat SK 703/MENHUT-II/2013 tentang perubahan keputusan menteri kehutanannoor 743/KPTS-II/1996 tanggal 25 November 1996 tentang pemberian hak pengusahaan hutan tanaman industri atas areal hutan seluas 299.975 ha di Riau pada PT. Arara Abadi tanggal 21 Oktober 2013," tandasnya.
Lucunya, PT AA di tanggal 22 OKtober 2020 membuat surat pengaduan ke Ditreskrimsus dengan nomor surat 229/AA/X/2020/Ditreskrimsus atas dugaan tindak pidana di bidang pencegahan dan pmberantasan perusakan hutan berupa melakukan kegiatan perkebunan tanpa izin Menteri di kawasan hutan yang terjadi di Desa Palas, Kecamatan Pangkalankuras, Kabupaten Pelalawan, Riau.
"Padahal jika seperti itu, PT AA harus mampu memberikan bukti penetapan kawasan hutan sebagaimana amanat Pasal 14 dan Pasal 15 UU No 41 tahun 1999 tentang kehutanan guna melengkapi alibi hukum mereka. Atas dasar itu, Ditreskrimsus kemudian memanggil saya tanggal 10 November 2020. Tapi saya menyayangkan pemanggilan ini, karena saya menilai Ditreskrimsus dalam memanggil saya sepertinya tidak melakukan penelitian terhadap laporan dari perusahaan," katanya.
Lanjutnya, apa yang dilakukan perusahaan terhadap dirinya terkesan mengada-ada karena sejauh ini PT AA belum mampu memberikan kepastian hukum di lapangan terhadap kawasan hutan itu sendiri. Ini sebagaimana dimaksud Pasal 1 angka 3 UU No. 41 tahun 1999, yang menyatakan.
"Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankankeberadaannya sebagai hutan tetap". Dimana ini diperkuat dengan putusan MK No. 45/PUU-IX/2011 tanggal 9 Februari 2012.
"Putusan MK itu mensyaratkan pengukuhan terhadap kawasan hutan sebagaimana pasal 15 UU No.41 tahun 1999 tentang kehutanan harus dilakukan guna kepastian hukum di lapangan. Ditambah lagi hak keperdataan saya yang telah 20 tahun lebih menguasai lahan perkara A quo," ujarnya.
Menurutnya, tindakan perusahaan dengan melakukan penanaman Akasia di sebelah tanaman kelapa sawit milik dia, jelas-jelas tindakan melawan hukum apalagi perusahaan bekum bisa memberikan bukti soal tata batas areal kerja dalam laporannya ke Ditreskrimsus. Dan dengan diterimanya laporan perusahaan ke Ditreskrimsus tanpa mempertimbangkan kelengkapan adminsitrasi serta posisi perusahaan sebagai pelapor, jelas di sini keberpihakan Polda Riau, dalam hal ini Ditreskrimsus.
"Padahal sebagai aparat penegak hukum harusnya mereka mengayomi masyarakat dengan berdiri di tengah serta tidak mencerminkan Nawacita yang diamanatkan oleh Presiden RI, Joko Widodo," tegasnya.
Dikatakannya, selaku masyarakat dia hanya menuntut keadilan atas hak lahannya dengan luas 183,8 ha yang diserobot oleh perusahaan. Karena itu, atas dasar kerugian yang dialaminya, Houtman melalui kuasa hukumnya melayangkan gugatan ke PT Arara Abadi, ke Pengadilan Negeri Pelalawan.
Terpisah, Humas PT Arara Abadi, Marhalim, dikonfirmasi pada Senin, (18/01) 2021 soal gugatan yang ditujukan ke perusahaannya oleh masyarakat atas nama Houtman dengan dugaan penyerobotan lahan seluas 183,8 ha di Desa Palas, Kecamatan Pangkalankuras, Kabupaten Pelalawan, Riau, hanya mengatakan dalam pesan Whatsapp-nya bahwa hal tersebut sudah berada di ranah hukum.
"Sudah di ranah hukum, biar proses sesuai hukum," balasnya singkat. (Tom)
"Putusan MK itu mensyaratkan pengukuhan terhadap kawasan hutan sebagaimana pasal 15 UU No.41 tahun 1999 tentang kehutanan harus dilakukan guna kepastian hukum di lapangan. Ditambah lagi hak keperdataan saya yang telah 20 tahun lebih menguasai lahan perkara A quo," ujarnya.
Menurutnya, tindakan perusahaan dengan melakukan penanaman Akasia di sebelah tanaman kelapa sawit milik dia, jelas-jelas tindakan melawan hukum apalagi perusahaan bekum bisa memberikan bukti soal tata batas areal kerja dalam laporannya ke Ditreskrimsus. Dan dengan diterimanya laporan perusahaan ke Ditreskrimsus tanpa mempertimbangkan kelengkapan adminsitrasi serta posisi perusahaan sebagai pelapor, jelas di sini keberpihakan Polda Riau, dalam hal ini Ditreskrimsus.
"Padahal sebagai aparat penegak hukum harusnya mereka mengayomi masyarakat dengan berdiri di tengah serta tidak mencerminkan Nawacita yang diamanatkan oleh Presiden RI, Joko Widodo," tegasnya.
Dikatakannya, selaku masyarakat dia hanya menuntut keadilan atas hak lahannya dengan luas 183,8 ha yang diserobot oleh perusahaan. Karena itu, atas dasar kerugian yang dialaminya, Houtman melalui kuasa hukumnya melayangkan gugatan ke PT Arara Abadi, ke Pengadilan Negeri Pelalawan.
Terpisah, Humas PT Arara Abadi, Marhalim, dikonfirmasi pada Senin, (18/01) 2021 soal gugatan yang ditujukan ke perusahaannya oleh masyarakat atas nama Houtman dengan dugaan penyerobotan lahan seluas 183,8 ha di Desa Palas, Kecamatan Pangkalankuras, Kabupaten Pelalawan, Riau, hanya mengatakan dalam pesan Whatsapp-nya bahwa hal tersebut sudah berada di ranah hukum.
"Sudah di ranah hukum, biar proses sesuai hukum," balasnya singkat. (Tom)