Rohul (Beritaintermezo.com) - Ratusan anggota Kelompok Tani Nelayan Andalan (KTNA) Desa Bonai, Kecamatan Sontang Kabupaten Rokan Hulu mengadu kepada Pelaksana Tugas (Plt) Bupati Rokan Hulu Sukiman, Rabu (7/9). Mereka mengadu terkait lahan yang disegel, padahal mereka merupakan korban kebakaran lahan. Kedatangan mereka dipimpin kepala BPD Desa Bonai, Jefrimen dan Hendri perwakilan ninik mamak tiga suku (tokoh masyarakat) di daerah tersebut.
Jefrimen meminta agar Pemerintah Daerah (Pemda) Rohul dapat membantu mereka dalam memperoleh kejelasan atas status lahan ulayat. Sebab sejak diurus pada tahun 2006 hingga saat ini, mereka tidak memperoleh izin mengelola lahan.
Menurut Jefrimen, lahan itu adalah tanah ulayat yang menjadi hak bagi tiga suku Desa Bonai yakni Suku Mandailing, Domo dan Melayu. Kebun sawit yang mereka tanam juga dimodali oleh PT Andika Pratama Sawit Lestari. Sebab para petani ini tidak memiliki modal untuk membuka dan menanam sawit sebagai lahan perkebunan, di satu sisi izin mereka belum dikeluarkan pemerintah.
"Kami hanya meminta apa yang menjadi hak kami, kenapa dipersulit. Ini kami kelola turun temurun dan menjadi sumber penghidupan bagi anak kemenakan kami," ujar Jefrimen di hadapan Sukiman.
Jefrimen juga menjelaskan, bahwa tidak benar mereka melakukan penyanderaan terhadap rombongan tim penyidik penegakan hukum KLHK. Menurut Jefrimen, aksi mereka hanyalah bentuk spontanitas untuk mempertanyakan status lahan yang sampai saat ini izinnya belum dikeluarkan pemerintah setempat.
"Kami ke sini juga ingin menyampaikan bahwa tidak benar jika kami menyandera terhadap mereka. Apa yang kami lakukan hanya merupakan spontanitas saja. Informasi itu sekali lagi tidak benar dan kami merasa difitnah," kata Jefrimen.
Dirinya beralasan, masyarakat sama sekali tidak tahu bahwa orang yang mereka pertanyaan saat melakukan penyegelan di lahan mereka itu adalah rombongan tim KLHK. Karena sejak mereka masuk dan melakukan aktivitas pengukuran, pengambilan gambar maupun pemasangan plang tidak ada satu pun aparat pemerintahan desa yang dilibatkan.
"Kami tidak tahu siapa mereka, pak. Karena mereka datang tanpa permisi tanpa didampingi dari kabupaten, makanya kami tanyai. Sekali lagi hanya kami tanyai, tidak ada penyanderaan," ucap Jefrimen.
Mendengar curhatan warganya, Sukiman berjanji akan membentuk tim khusus yang terdiri dari instansi terkait untuk mencari kebenaran atas simpang siurnya informasi. Dikatakan Sukiman, hasil dari tim tersebut nantinya akan menjadi bahan untuk dilakukan evaluasi dan disampaikan ke pemerintah pusat.
"Apa yang bapak bapak sampaikan segera akan saya respons dengan membentuk tim untuk mencari kebenaran atas kesimpangsiuran informasi saat ini. Saya minta bapak-bapak bersabar. Percayakan kepada kami," kata Sukiman kepada warganya.
Sementara itu terkait peristiwa penyanderaan, Sukiman berpandangan bahwa saat itu warganya sedang kalut. Kekalutan ini disebabkan terbakarnya kebun sawit yang menjadi penopang hidup mereka.
"Ya memang harus kita lihat secara menyeluruh. Mungkin apa yang mereka lakukan karena mereka kalut. Bagaimana tidak kalut, sawit yang harusnya mereka panen terbakar. Jadi ini juga harus dilihat. Saya memahami apa yang bapak bapak rasakan," kata Sukiman kepada para petani.
Sukiman juga meminta kepada para tokoh dan pemuka masyarakat setempat untuk turut serta menciptakan agar suasana tetap kondusif. Dia juga mempersilakan warganya itu untuk kembali bekerja seperti biasa. Pemda Rokan Hulu di bawah pimpinan Sukiman tidak akan tinggal diam dalam mencarikan solusi demi warganya.
"Saya minta tokoh masyarakat agar dapat menyampaikan hal ini. Tetap jaga kampung kita agar tetap aman dan kondusif. Silakan kembali bekerja seperti biasa. Kita tidak akan tinggal diam, kita akan bantu cari solusi yang terbaik," pungkas Sukiman.
Jefrimen meminta agar Pemerintah Daerah (Pemda) Rohul dapat membantu mereka dalam memperoleh kejelasan atas status lahan ulayat. Sebab sejak diurus pada tahun 2006 hingga saat ini, mereka tidak memperoleh izin mengelola lahan.
Menurut Jefrimen, lahan itu adalah tanah ulayat yang menjadi hak bagi tiga suku Desa Bonai yakni Suku Mandailing, Domo dan Melayu. Kebun sawit yang mereka tanam juga dimodali oleh PT Andika Pratama Sawit Lestari. Sebab para petani ini tidak memiliki modal untuk membuka dan menanam sawit sebagai lahan perkebunan, di satu sisi izin mereka belum dikeluarkan pemerintah.
"Kami hanya meminta apa yang menjadi hak kami, kenapa dipersulit. Ini kami kelola turun temurun dan menjadi sumber penghidupan bagi anak kemenakan kami," ujar Jefrimen di hadapan Sukiman.
Jefrimen juga menjelaskan, bahwa tidak benar mereka melakukan penyanderaan terhadap rombongan tim penyidik penegakan hukum KLHK. Menurut Jefrimen, aksi mereka hanyalah bentuk spontanitas untuk mempertanyakan status lahan yang sampai saat ini izinnya belum dikeluarkan pemerintah setempat.
"Kami ke sini juga ingin menyampaikan bahwa tidak benar jika kami menyandera terhadap mereka. Apa yang kami lakukan hanya merupakan spontanitas saja. Informasi itu sekali lagi tidak benar dan kami merasa difitnah," kata Jefrimen.
Dirinya beralasan, masyarakat sama sekali tidak tahu bahwa orang yang mereka pertanyaan saat melakukan penyegelan di lahan mereka itu adalah rombongan tim KLHK. Karena sejak mereka masuk dan melakukan aktivitas pengukuran, pengambilan gambar maupun pemasangan plang tidak ada satu pun aparat pemerintahan desa yang dilibatkan.
"Kami tidak tahu siapa mereka, pak. Karena mereka datang tanpa permisi tanpa didampingi dari kabupaten, makanya kami tanyai. Sekali lagi hanya kami tanyai, tidak ada penyanderaan," ucap Jefrimen.
Mendengar curhatan warganya, Sukiman berjanji akan membentuk tim khusus yang terdiri dari instansi terkait untuk mencari kebenaran atas simpang siurnya informasi. Dikatakan Sukiman, hasil dari tim tersebut nantinya akan menjadi bahan untuk dilakukan evaluasi dan disampaikan ke pemerintah pusat.
"Apa yang bapak bapak sampaikan segera akan saya respons dengan membentuk tim untuk mencari kebenaran atas kesimpangsiuran informasi saat ini. Saya minta bapak-bapak bersabar. Percayakan kepada kami," kata Sukiman kepada warganya.
Sementara itu terkait peristiwa penyanderaan, Sukiman berpandangan bahwa saat itu warganya sedang kalut. Kekalutan ini disebabkan terbakarnya kebun sawit yang menjadi penopang hidup mereka.
"Ya memang harus kita lihat secara menyeluruh. Mungkin apa yang mereka lakukan karena mereka kalut. Bagaimana tidak kalut, sawit yang harusnya mereka panen terbakar. Jadi ini juga harus dilihat. Saya memahami apa yang bapak bapak rasakan," kata Sukiman kepada para petani.
Sukiman juga meminta kepada para tokoh dan pemuka masyarakat setempat untuk turut serta menciptakan agar suasana tetap kondusif. Dia juga mempersilakan warganya itu untuk kembali bekerja seperti biasa. Pemda Rokan Hulu di bawah pimpinan Sukiman tidak akan tinggal diam dalam mencarikan solusi demi warganya.
"Saya minta tokoh masyarakat agar dapat menyampaikan hal ini. Tetap jaga kampung kita agar tetap aman dan kondusif. Silakan kembali bekerja seperti biasa. Kita tidak akan tinggal diam, kita akan bantu cari solusi yang terbaik," pungkas Sukiman.