Korupsi Alkes, Ergiana Dituntut 1,6 Tahun

Sabtu, 30 Januari 2016 | 07:53:10 WIB

Kepri (beritaintermezo.com) - Erigana (51), mantan Kepala Bidang (Kabid) Program Dinas Kesehatan Kota Batam,  terdakwa korupsi pengadaan alat kesehatan (Alkes) kedokteran umum dan laboratorium Puskemas Batam  dituntut 1 tahun 6 bulan penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Tanjungpinang, Kamis (28/1).

Dalam sidang, dua JPU Trianto SH dan Kadek Agus SH dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Batam, menyakini, terdakwa Erigana terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain maupun secara korporasi, sehingga dapat merugikan keuangan negara. 

"Kami meyakini bahwa perbuatan terdakwa tersebut bersalah sebagaimana dakwaan subsider melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 KUHP," ucap dua JPU tersebut.

Dalam sidang terugkap, kasus ini berawal saat Erigana dan Chandra Kamal selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) melakukan pertemuan dengan tim perencanaan alat kesehatan terpadu pada 8 Februari 2013. Pertemuan itu dihadiri Chandra Rizal, Kepala Dinas Kesehatan Kota Batam.

Rapat itu membahas usulan perencanan pengadaan alat-alat kesehatan kedokteran umum dan laboratorium untuk puskemas. Rapat kedua digelar pada 8 Maret 2013.

Menindak lanjuti pertemuan itu, beberapa Puskesmas membuat daftar peralatan kesehatan yang dibutuhkan. Kemudian, Erigana membuat daftar kebutuhan bagi Laboratorium Dinkes dan 15 Puskesmas yang tersebar di wilayah Batam.

"Erigana menetapkan spesifikasi teknis dan harga hanya berdasarkan penawaran dari distributor PT Cipta Varia Kharisma Pratama. Spesifikasi itu tidak sesuai usulan masing-masing Puskesmas," ucap JPU.

Erigana melayangkan surat untuk lelang kepada Kepala Unit Pelayanan Pengadaan Barang dan Jasa Pemko Batam Pada 15 Juli.

Ada tiga nama perusaaan yang diajukan sebagai pihak yang akan mengikuti tender. Tiga perusahaan tersebut antara lain, CV Putra Dinata, CV Bringin Jaya Qahhar, dan PT Dhyas Mitra Usaha (DMU).

Perusahaan terakhir dibuat sebagai penawar terendah, Rp960 juta. Dokumen penawaran ini dimasukkan oleh salah seorang pegawai PT Mitra Bina Medika (MBM) Bigko Da Vinci.

Nama dua perusahaan lain dimasukkan sebagai peserta tender proyek pengadaan alat kesehatan itu atas perintah Direktur PT MBM, Suhadi. PT DMU diumumkan sebagai pemenang lelang pada 13 September.

Setelah nama perusahaan yang memenangi tender, Erigana membuat surat penunjukan kepada PT DMU untuk melaksanakan pengadaan alat kesehatan. Suhadi membuat surat kuasa yang seolah-olah surat itu dibuat Direktur PT DMU Euis Rodiah.

Dalam surat itu dinyatakan, kuasa diserahkan kepada Firdaus, adik kandung Suhadi untuk mengambil surat penunjukan dari Erigana. Kemudian, Firdaus datang lagi dengan membawa surat kontrak yang sudah ada tanda tangan Euis.

Erigana menandatangani surat kontrak. Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK) diterbitkan Erigana pada 28 Sepember 2013.

Surat itu ditujukan kepada PT DMU dengan waktu pengadaan selama 60 hari mulai 28 September. Namun, pengadaan alat kesehatan itu malah dikerjakan Suhadi dengan dibantu Sugito, Direktur PT Bina Karya Sarana. Kedua perusahaan berada di dalam satu kantor di kawasan Batam Center.

Alat kesehatan itu diambil dari gudang PT DMU. Barang itu dikirim ke gudang PT MBM. Selanjutnya, tim dari Dinkes melakukan pemeriksaan barang. Hasil pengecekan, terdapat satu jenis barang yang belum dipenuhi yaitu Sanitarian Filed Kit.

Sedangkan 41 jenis barang lainnya tersedia. Penyedia alat kesehatan itu diminta tim Dinkes melengkapi kekurangan secepatnya.

Sanitarian Filed Kit itu akhirnya dilengkapi pada 3 Desember. Maka ditetapkan bawah pekerjaan selesai 100 persen oleh Erigana. Selanjutnya pembayaran ditransfer ke rekening PT DMU sekitar
Rp929.273.075.

Kemudian, Euis mengirimkan uang itu ke Suhadi sebesar Rp906.041.245. Uang yang diterima Euis hanya Rp23.231.830. Uang itu sebagai komisi atas penggunaan perusahaan Euis dalam lelang.

Namun daru hasil pemeriksaan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Kepri, ditemukannya ada kerugian negara sebesar
Rp383.317.600. (nel)

Terkini