Usulan Mencabut Revisi UU MD3 Makin Kuat Karena Dianggap Aneh

Usulan Mencabut Revisi UU MD3 Makin Kuat Karena Dianggap Aneh

JAKARTA (Berita Intermezo.com)-Ketua Fraksi NasDem DPR RI Johnny G Plate mengusulkan agar pimpinan DPR segera melakukan rapat konsultasi dengan Presiden Jokowi untuk membahas pencabutan revisi UU MD3. Apalagi sampai hari ini UU MD3 tersebut tidak juga ditandatangani oleh Presiden RI tersebut.

Konsultasi diperlukan karena ternyata presiden tidak menyangka ada pasal pemidanaan dan penyanderaan warga yang dinilai menghina dan merendahkan DPR sehingga revisi yang sudah disetujui di rapat paripurna itu belum diteken presiden.

Padahal wajar jika masyarakat mengkritik DPR selaku wakilnya mengawasi pemerintah. Kata Johnny saat reses ke daerah, masyarakat meminta agar pimpinan DPR menggelar rapat konsultasi dengan Presiden untuk memungkinkan mencabut keputusan soal UU MD3," tegas anggota Komisi XI DPR itu pada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Senin (5/2/2018).

Menurut Sekjen NasDem itu, usulan pencabutan itu terwujud, maka DPR akan mendapatkan apresiasi dan dukungan dari masyarakat. Sehingga bisa memberikan nilai positif bagi DPR dan pemerintah.

"Jadi, DPR akan mendapatkan apresiasi dan dukungan besar rakyat. Makanya, kami mohon pimpinan DPR rapat konsultasi dengan presiden untuk mencabut kembali UU MD3 tersebut," pungkasnya.

Namun usulan itu ditolak oleh anggota Fraksi PDIP, Henry Yosodiningrat. Dia menilai tidak ada urgensinya bagi DPR untuk menggelar rapat konsultasi dengan Presiden. Terlebih hanya untuk membahas pencabutan UU MD3 yang sudah disahkan.  "Saya menduga tidak ada urgensi untuk mencarikan solusi pada presiden," ungkapnya.

Menurut Henry, UU tersebut sudah disahkan DPR dan juga perwakilan pemerintah dalam hal ini Menkumham Yasonna Laoly. Sehingga tidak ada yang harus dipermasalahkan terkait UU tersebut. "Karena bukankah dalam pengesahan telah dilakukan oleh DPR dan pemerintah yang diwakili Menkumahm," ujarnya.

Hingga saat ini revisi UU MD3 belum diundangkan karena belum diteken oleh Presiden Jokowi. Salah satu poin yang disahkan adalah penambahan kursi legislatif baik DPR, DPD dan MPR. PDIP mendampat satu tambahan kursi pimpinan DPR.

Pasal lain yang menuai sorotan publik adalah pemidanaan pengkritik anggota DPR, hingga jemput paksa bagi setiap orang atau lembaga yang tidak bersedia memenuhi panggilan DPR.

Pasal ini dianggap aneh karena meracuni pertumbuhan demokrasi yang sudah 20 tahun reformasi.

Sedangkan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menyesalkan sikap Presiden yang seakan-akan tidak memiliki pemahaman terhadap UU MD3 yang sudah disahkan DPR bersama pemerintah tersebut. Sehingga belum ditandatangani sampai hari ini.

 

“Kalau tidak ditandatangani ini mungkin karena komunikasi Presiden yang kacau. Seharusnya Istana itu mempunyai struktur komunikasi yang benar,” tegasnya

Fahri juga menyayangkan sikap Presiden yang malah mengundang para pakar hukum guna meminta pendapat terkait hasil dari revisi UU MD3. Menurutnya, Presiden lebih baik meminta pendapat dari partai pendukung pemerintah atau dari pimpinan DPR.

Dalam talk-sho di sebuah stasiun televisi sebagian besar narasumber berpendapat bahwa DPR gagal paham pada fungsinya sebagai wakil rakyat yang alergi pada kritik. Disesalkan bahwa para anggota yang kebanyakan bukan latarbelakang politisi berotak kosong masuk ke DPR. ( Bir).



Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index