Tangerang (Beritaintermezo.Com)-Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupateng Tangerang menggelar acara Dialog Penguatan Moderasi Beragama Tokoh Agama Katolik bertempat di Aula Lt III Kantor Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) Tigaraksa, Banten (Kamis,16/5/2024).
Peserta dialog adalah utusan dari Paroki Kutabumi , Paroki Citra Raya, Paroki Curug, Paroki Karawaci Stasi Pasar Kemis, dan Paroki Alam Sutera Stasi Gading Serpong yang berjumlah lkurang lebih 40 orang.
Selain Ketua FKUB Kabupaten Tangerang Drs. KH. Maski, MM hadir sebagai pembicara Encep Suhayat, S.Pd, M.Pd Sekretaris Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Tangerang, H.Joni Juhaeni, S.Pd.I, M.Pd.Plt. Kasubag TU Kemenag Tangerang dan Ipda Hari Mulyono, SH dari Densus 88.
Tampil pembicara pertama Encep Suhayat yang menjelaskan tugas pokok Badan Kesbangpol dalam pemerintahan umum yaitu pembinaan idiologi, menjaga persatuan dan kesatuan, membina kerukunan antar suku, dan membina kerukunan antar agama.
" Untuk itu, dibutuhkan kerja sama dengan masyarakat dan lembaga lain seperti Badan Intelijen Nasional (BIN), Forum Pembauran Kebangsaan (FPK), dan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB)," ujar Encep.
Kemudian Encep Suhayat mengatakan untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa serta untuk menghindari terjadinya konflik ada empat pilar kebangsaan yang harus diperhatikan dan dipedomani yaitu Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI.
Lebih lanjut Encep menjelaskan, kata moderasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pengertiannya adalah pengurangan kekerasan dan penghindaran keekstreman. Dikatakan orang moderat, adalah orang itu bersikap wajar, biasa-biasa saja, dan tidak ektrem.
Encep mengemukakan area moderasi agama, yakni agama dan politik, agama dan pelayanan publik, agama dan hukum, serta agama dan ekspresi publik. "Diharapkan tidak menjadikan agama untuk politik atau disebut politik identitas. Pelayanan publik dan penerapan hukum sama tanpa melihat agama. Begitu juga ekspresi publik seperti halnya dalam menyatakan maksud tidak dibeda-bedakan karena agama," tandas Encep.
H.Joni Juhaeni mengawali pembicarannya mengatakan semua agama tidak mengajarkan kebencian kepada sesama. Semakin mendalam dalam iman akan agama, semakin kuat dan dalam memahami ajaran agama.Sebagai sesama ciptaan Tuhan pasti saling mengasihi dan saling mencintai.
Dalam gereja Katolik, kata Joni ada tertulis dua perintah Allah yaitu:1. kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu, dengan segenap akal budimu, dan segenap jiwamu. 2. Kasihilah sesamamu seperti dirimu sendiri. "Dalam konteks teologi Katolik yaitu contoh praktis pada salib, tegak lurus ke atas melambangkan relasi manusia dengan Tuhan dan ke samping itu melambangkan relasi dengan sesama ciptaan. Iman yang dimiliki harus dibiaskan ke luar melalui buah-buah iman yang akan dibagikan dan dirasakan sesama lewat sikap dan cara hidup seperti saling mengasihi, mencintai, hidup yang harmonis dengan sesama yang lain," ujar Joni.
Sama seperti Encep, Joni mengatakan moderasi beragama sangat berkaitan dengan tolerasi beragama. Orang moderat harus berada di tengah, berdiri di antara kedua kutub ekstrem itu. Ia tidak berlebihan dalam beragama, tapi juga tidak berlebihan menyepelekan agama. "Ia tidak ekstrem mengagungkan teks-teks keagamaan tanpa menghiraukan akal/nalar, juga tidak berlebihan mendewakan akal sehingga mengabaikan teks," tambah Joni.
Joni mengemukakan bahwa indikator moderasi beragama dalam kehidupan berbangsa dan beragama adalah bagaimana komitmen kebangsaan, toleransi, anti kekerasan, dan penerimaan terhadap tradisi terjadi di masyarakat.
Ipda Hari Mulyono mengemukakan ada beberapa faktor pemicu munculnya radikalisme. Pertama, faktor domistik yakni kondisi dalam negeri seperti kemiskinan, ketidakadilan, atau merasa kecewa kepada pemerintah. Kedua, faktor internasional yakni pengaruh lingkungan luar negeri yang memberi daya dorong tumbuhnya sentimen keagamaan seperti ketidakadilan global, politik luar negeri yang arogan, dan imperialisme modern negara adidaya. Ketiga, faktor kultur yang sangat terkait dengan pemahaman keagamaan yang dangkal dan penafsiran kitab suci yang sempit leksikal (harfiyah).
Pola penyebaran radikalisme, kata Hari, ada proses secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung melalui tatap muka, membentuk kelompok pengajian kecil (5-6 orang) dengan iming-iming janji surgawi dan menawarkan kenyamanan sebagai bagian dari kelompok. Sedangkan proses tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi/internet atau melalui website, media sosial dan media cetak.
Selanjutnya Hadi menyebutkan, tahapan radikalisme yakni mulai tahap intoleran, lalu radikal dan kemudian teroris. Pada tahap intoleran memiliki suatu pandangan benci keragaman dan perbedaan. Ini awal masuk paham radikal. Tidak menghargai perbedaan dan cenderung menyalahkan orang lain (terpapar dari sisi pemikiran/pemahaman). Radikal adalah suatu sikap yang mulai aktif menyalahkan orang lain seperti membida'ah dan mengkafirkan dan benci kepada aliran yang berbeda (terpapar dari sisi sikap). Teroris adalah tindakan yang mulai mewujudkan radikalisme dalam tindakan dan aksi kekerasan. Menyikapi perbedaan dengan tindakan pembunuhan.
Pembicara terakhir KH. Maski yang menjelaskan apa yang menjadi tugas FKUB kabupaten. Dikatakan FKUB melakukan dialog dengan pemuka agama dan tokoh masyarakat, menampung aspirasi ormas keagamaan dan aspirasi masyarakat, menyalurkan aspirasi dimaksud dalam bentuk rekomendasi sebagai bahan kebijakan bupati. Melakukan sosialisasi peraturan perundang-undangan dan kebijakan di bidang keagamaan terkait dengan kerukunan umat beragama dan pemberdayaan masyarakat.
Kemudian Maski menambahkan, FKUB memberikan rekomendasi tertulis atas permohonan pendirian rumah ibadah, dan memberikan pendapat tertulis untuk izin sementara pemanfaatan bangunan gedung bukan rumah ibadah yang diberikan oleh bupati. Dan memberikan pendapat atau saran dalam hal penyelesaian perselisihan pendirian rumah ibadah kepada bupati.
"Kami telah berusaha dan akan terus berjuang bersama masyarakat untuk menjaga terciptanya kerukunan umat beragama di Kabupaten Tangerang ini. Mengenai masalah permohonan izin perdirian rumah ibadah kami tidak akan mempersulit memberikan rekomendasi bila sudah memenuhi ketentuan yang berlaku," ucap ketua FKUB Kabupaten Tangerang ini meyakinkan.
Usai pemaparan dari para pembicara dilanjutkan dengan tanya-jawab. Ada beberapa pertanyaan yang diajukan peserta. Salah satu ditanyakan tentang apa yang bisa dilakukan peserta terkait moderasi beragama. Kenapa kegiatan penguatan moderasi beragama tidak diikuti tokoh lintas agama sekaligus. Ada juga yang menyarankan sosialisasi moderasi beragama sampai kepada para RT. Termasuk membagikan buku tanya-jawab tentang Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri tahun 2006 seperti yang diterima para peserta.***(Gaol).
Peserta dialog adalah utusan dari Paroki Kutabumi , Paroki Citra Raya, Paroki Curug, Paroki Karawaci Stasi Pasar Kemis, dan Paroki Alam Sutera Stasi Gading Serpong yang berjumlah lkurang lebih 40 orang.
Selain Ketua FKUB Kabupaten Tangerang Drs. KH. Maski, MM hadir sebagai pembicara Encep Suhayat, S.Pd, M.Pd Sekretaris Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Tangerang, H.Joni Juhaeni, S.Pd.I, M.Pd.Plt. Kasubag TU Kemenag Tangerang dan Ipda Hari Mulyono, SH dari Densus 88.
Tampil pembicara pertama Encep Suhayat yang menjelaskan tugas pokok Badan Kesbangpol dalam pemerintahan umum yaitu pembinaan idiologi, menjaga persatuan dan kesatuan, membina kerukunan antar suku, dan membina kerukunan antar agama.
" Untuk itu, dibutuhkan kerja sama dengan masyarakat dan lembaga lain seperti Badan Intelijen Nasional (BIN), Forum Pembauran Kebangsaan (FPK), dan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB)," ujar Encep.
Kemudian Encep Suhayat mengatakan untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa serta untuk menghindari terjadinya konflik ada empat pilar kebangsaan yang harus diperhatikan dan dipedomani yaitu Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI.
Lebih lanjut Encep menjelaskan, kata moderasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pengertiannya adalah pengurangan kekerasan dan penghindaran keekstreman. Dikatakan orang moderat, adalah orang itu bersikap wajar, biasa-biasa saja, dan tidak ektrem.
Encep mengemukakan area moderasi agama, yakni agama dan politik, agama dan pelayanan publik, agama dan hukum, serta agama dan ekspresi publik. "Diharapkan tidak menjadikan agama untuk politik atau disebut politik identitas. Pelayanan publik dan penerapan hukum sama tanpa melihat agama. Begitu juga ekspresi publik seperti halnya dalam menyatakan maksud tidak dibeda-bedakan karena agama," tandas Encep.
H.Joni Juhaeni mengawali pembicarannya mengatakan semua agama tidak mengajarkan kebencian kepada sesama. Semakin mendalam dalam iman akan agama, semakin kuat dan dalam memahami ajaran agama.Sebagai sesama ciptaan Tuhan pasti saling mengasihi dan saling mencintai.
Dalam gereja Katolik, kata Joni ada tertulis dua perintah Allah yaitu:1. kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu, dengan segenap akal budimu, dan segenap jiwamu. 2. Kasihilah sesamamu seperti dirimu sendiri. "Dalam konteks teologi Katolik yaitu contoh praktis pada salib, tegak lurus ke atas melambangkan relasi manusia dengan Tuhan dan ke samping itu melambangkan relasi dengan sesama ciptaan. Iman yang dimiliki harus dibiaskan ke luar melalui buah-buah iman yang akan dibagikan dan dirasakan sesama lewat sikap dan cara hidup seperti saling mengasihi, mencintai, hidup yang harmonis dengan sesama yang lain," ujar Joni.
Sama seperti Encep, Joni mengatakan moderasi beragama sangat berkaitan dengan tolerasi beragama. Orang moderat harus berada di tengah, berdiri di antara kedua kutub ekstrem itu. Ia tidak berlebihan dalam beragama, tapi juga tidak berlebihan menyepelekan agama. "Ia tidak ekstrem mengagungkan teks-teks keagamaan tanpa menghiraukan akal/nalar, juga tidak berlebihan mendewakan akal sehingga mengabaikan teks," tambah Joni.
Joni mengemukakan bahwa indikator moderasi beragama dalam kehidupan berbangsa dan beragama adalah bagaimana komitmen kebangsaan, toleransi, anti kekerasan, dan penerimaan terhadap tradisi terjadi di masyarakat.
Ipda Hari Mulyono mengemukakan ada beberapa faktor pemicu munculnya radikalisme. Pertama, faktor domistik yakni kondisi dalam negeri seperti kemiskinan, ketidakadilan, atau merasa kecewa kepada pemerintah. Kedua, faktor internasional yakni pengaruh lingkungan luar negeri yang memberi daya dorong tumbuhnya sentimen keagamaan seperti ketidakadilan global, politik luar negeri yang arogan, dan imperialisme modern negara adidaya. Ketiga, faktor kultur yang sangat terkait dengan pemahaman keagamaan yang dangkal dan penafsiran kitab suci yang sempit leksikal (harfiyah).
Pola penyebaran radikalisme, kata Hari, ada proses secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung melalui tatap muka, membentuk kelompok pengajian kecil (5-6 orang) dengan iming-iming janji surgawi dan menawarkan kenyamanan sebagai bagian dari kelompok. Sedangkan proses tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi/internet atau melalui website, media sosial dan media cetak.
Selanjutnya Hadi menyebutkan, tahapan radikalisme yakni mulai tahap intoleran, lalu radikal dan kemudian teroris. Pada tahap intoleran memiliki suatu pandangan benci keragaman dan perbedaan. Ini awal masuk paham radikal. Tidak menghargai perbedaan dan cenderung menyalahkan orang lain (terpapar dari sisi pemikiran/pemahaman). Radikal adalah suatu sikap yang mulai aktif menyalahkan orang lain seperti membida'ah dan mengkafirkan dan benci kepada aliran yang berbeda (terpapar dari sisi sikap). Teroris adalah tindakan yang mulai mewujudkan radikalisme dalam tindakan dan aksi kekerasan. Menyikapi perbedaan dengan tindakan pembunuhan.
Pembicara terakhir KH. Maski yang menjelaskan apa yang menjadi tugas FKUB kabupaten. Dikatakan FKUB melakukan dialog dengan pemuka agama dan tokoh masyarakat, menampung aspirasi ormas keagamaan dan aspirasi masyarakat, menyalurkan aspirasi dimaksud dalam bentuk rekomendasi sebagai bahan kebijakan bupati. Melakukan sosialisasi peraturan perundang-undangan dan kebijakan di bidang keagamaan terkait dengan kerukunan umat beragama dan pemberdayaan masyarakat.
Kemudian Maski menambahkan, FKUB memberikan rekomendasi tertulis atas permohonan pendirian rumah ibadah, dan memberikan pendapat tertulis untuk izin sementara pemanfaatan bangunan gedung bukan rumah ibadah yang diberikan oleh bupati. Dan memberikan pendapat atau saran dalam hal penyelesaian perselisihan pendirian rumah ibadah kepada bupati.
"Kami telah berusaha dan akan terus berjuang bersama masyarakat untuk menjaga terciptanya kerukunan umat beragama di Kabupaten Tangerang ini. Mengenai masalah permohonan izin perdirian rumah ibadah kami tidak akan mempersulit memberikan rekomendasi bila sudah memenuhi ketentuan yang berlaku," ucap ketua FKUB Kabupaten Tangerang ini meyakinkan.
Usai pemaparan dari para pembicara dilanjutkan dengan tanya-jawab. Ada beberapa pertanyaan yang diajukan peserta. Salah satu ditanyakan tentang apa yang bisa dilakukan peserta terkait moderasi beragama. Kenapa kegiatan penguatan moderasi beragama tidak diikuti tokoh lintas agama sekaligus. Ada juga yang menyarankan sosialisasi moderasi beragama sampai kepada para RT. Termasuk membagikan buku tanya-jawab tentang Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri tahun 2006 seperti yang diterima para peserta.***(Gaol).