Jakarta (BI)-Kantor Berita "Antara" melaporkan bahwa Mahkamah Konstitusi melalui putusannya menegaskan bahwa anggota Dewan Perwakilan Daerah sejak Pemilu 2019 dan pemilu-pemilu setelahnya tidak boleh diisi oleh pengurus partai politik.
"Untuk selanjutnya, anggota DPD sejak Pemilu 2019 dan pemilu-pemilu setelahnya yang menjadi pengurus partai politik adalah bertentangan dengan UUD 1945," ujar Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna di Gedung MK Jakarta, Senin.
Palguna mengatakan hal tersebut ketika membacakan pertimbangan Mahkamah atas permohonan uji materi Pasal 182 huruf l UU Nomor 7 Tahun 2017 (UU Pemilu) dalam perkara Nomor 30/PUU-XVI/2018 yang diajukan oleh seorang fungsionaris partai yang ingin mencalonkan diri sebagai anggota DPD.
Putusan untuk perkara Nomor 30 ini kembali menegaskan bahwa calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI tidak boleh berasal dari partai politik.
Dalam pertimbangan putusan tersebut, Mahkamah juga memberikan jawaban terkait dengan anggota partai politik yang pada saat ini juga menjabat sebagai anggota DPD.
Mahkamah dalam pertimbangannya mengakui bahwa ketentuan Pasal 182 huruf l UU Pemilu tidak tegas melarang anggota partai politik menjabat sebagai anggota DPD, meskipun putusan Mahkamah Konstitusi (MK) sebelumnya tetap menyebutkan bahwa anggota DPD tidak boleh diisi oleh anggota partai politik.
"Sejalan dengan sifat prospektif putusan Mahkamah, maka putusan ini tidak berlaku terhadap yang bersangkutan (anggota DPD yang merupakan anggota partai politik) kecuali yang bersangkutan mencalonkan diri kembali sebagai anggota DPD setelah putusan ini berlaku sesuai dengan Pasal 47 UU MK," kata Palguna.
Sementara itu terkait dengan anggota partai politik yang sudah mendaftarkan diri sebagai anggota DPD ke KPU, Mahkamah meminta KPU untuk memberikan kesempatan kepada yang bersangkutan untuk tetap mencalonkan diri sebagai anggota DPD dengan syarat sudah menyatakan mengundurkan diri dari kepengurusan partai politik.
Pada sidang sebelumnya, Muhammad Hafidz selaku pemohon berpendapat Pasal 182 huruf I sepanjang frasa "pekerjaan lain` mengandung ketidakjelasan maksud, sehingga menimbulkan kerugian konstitusional bagi pemohon.
Pemohon merasa anggota DPD yang dijabat oleh fungsionaris partai politik akan mengalami konflik kepentingan di antara dua jabatan tersebut.
Akan banyak politisi yang kepeyahan bagai turun brog karena sudah kadung mendaftar di DPD karena tidak pede nyaleg jadi anggota DPR.
Merek juga akan pusing keliling . Diantara contoh yang patut ditonjolkan adalah Ketua DPD Oesman Sapta Oedang yang adalah ketua umum Partai Hanura yang secara mengherankan dia justru daftar di DPD tidak konsekuen dengan gelagat politiknya menjadi legislator di DPR mungkin karena memperhitungkap bahwa partainya tidak akan lolos Parlemen Threshold 4 %.
Oso selama ini juga dengan melanggar UU MD3 merangkap jabatan karena selain menjadi ketua DPD yang kontroversial itu juga merangkap jabatan Wakil Ketua MPR. Tidak tau malu. ( Bir).
Oso selama ini juga dengan melanggar UU MD3 merangkap jabatan karena selain menjadi ketua DPD yang kontroversial itu juga merangkap jabatan Wakil Ketua MPR. Tidak tau malu. ( Bir).