JAKARTA, (Bir)-Upaya Oesman Sapta Oedang (Oso) mengungkat ungkit pintu masuk Daftar Calon Tetap Anggota Legislatif DPD RI dengan gugatan ke MA tampaknya membuahkan hasil yang secara akrobat ( Menurut kalangan pakar hukum - Red) MA mengabulkan permintaan untuk membatalkan PKPU yang melarang caleg raangkap jabatan sebagi pimpinan partai.
Putusan MA dianggap akrobatik karena PKPU mengacu pada putusan MK yang memberlakukan mulai tahun 2019 Caleg merangkap jadi pimpinan partai. MA secara derajat hukum di bawah MK menganulir putusan lembaga di atasnya.
Sebagamana diketahui bahwa Oso selain ketua DPD RI kini juga Ketua Umum Partai Hanura. Makanya dengan adanya putusan MK maka KPU mencoret nama Oso dari DCT.
Jabatan Wakil Ketua MPR juga dirangkap politisi dari Kalimantan ini walau UUMD 3 melarang rangkap jabatan itu.
Pakar hukum tata negara Irman Putrasidin menegaskan jika norma Oesman Sapta Odang (OSO) tetap masuk daftar calon tetap (DCT) DPD RI di pemilu 2019 dan setelah terpilih lalu mundur dari Hanura, itu sebagai alternatif yang bisa dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
“KPU bisa melakukan alternatif itu setelah PTUN dan MA mengabulkan gugatan OSO terkait peraturan KPU atau PKPU yang melarang pengurus parpol menjadi caleg DPD RI,†tegas Irmas di Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Kamis (22/11/2018).
Apakah norma alternatif itu nantinya bisa digugat ke MK, Irman mengatakan hal itu sebagai alternatif politik atas pembatalan PKPU larangan pengurus parpol menjadi caleg tersebut. “Jadi, yang dibatalkan itu bukan UU –nya, melainkan PKPU-nya,†jelas dia.
Tapi, semua harus tunduk pada putusan MK, namun untuk kasus OSO ini alternatifnya terserah KPU. “Kita tunggu saja keputusan KPU,†tambahnya.
Sedangkan untuk konstitusi dan putusan MK itu hanya MPR RI yang bisa membatalkan. “Hanya MPR yang berwenang merevisi konstitusi. Semua harus tunduk dan patuh konstitusi,†pungkasnya.
Sebelumnya ada usulan jika OSO tetap masuk DCT DPD RI dengan menyertakan surat pengunduran diri dari Hanura setelah terpilih.(Bir)
Putusan MA dianggap akrobatik karena PKPU mengacu pada putusan MK yang memberlakukan mulai tahun 2019 Caleg merangkap jadi pimpinan partai. MA secara derajat hukum di bawah MK menganulir putusan lembaga di atasnya.
Sebagamana diketahui bahwa Oso selain ketua DPD RI kini juga Ketua Umum Partai Hanura. Makanya dengan adanya putusan MK maka KPU mencoret nama Oso dari DCT.
Jabatan Wakil Ketua MPR juga dirangkap politisi dari Kalimantan ini walau UUMD 3 melarang rangkap jabatan itu.
Pakar hukum tata negara Irman Putrasidin menegaskan jika norma Oesman Sapta Odang (OSO) tetap masuk daftar calon tetap (DCT) DPD RI di pemilu 2019 dan setelah terpilih lalu mundur dari Hanura, itu sebagai alternatif yang bisa dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
“KPU bisa melakukan alternatif itu setelah PTUN dan MA mengabulkan gugatan OSO terkait peraturan KPU atau PKPU yang melarang pengurus parpol menjadi caleg DPD RI,†tegas Irmas di Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Kamis (22/11/2018).
Apakah norma alternatif itu nantinya bisa digugat ke MK, Irman mengatakan hal itu sebagai alternatif politik atas pembatalan PKPU larangan pengurus parpol menjadi caleg tersebut. “Jadi, yang dibatalkan itu bukan UU –nya, melainkan PKPU-nya,†jelas dia.
Tapi, semua harus tunduk pada putusan MK, namun untuk kasus OSO ini alternatifnya terserah KPU. “Kita tunggu saja keputusan KPU,†tambahnya.
Sedangkan untuk konstitusi dan putusan MK itu hanya MPR RI yang bisa membatalkan. “Hanya MPR yang berwenang merevisi konstitusi. Semua harus tunduk dan patuh konstitusi,†pungkasnya.
Sebelumnya ada usulan jika OSO tetap masuk DCT DPD RI dengan menyertakan surat pengunduran diri dari Hanura setelah terpilih.(Bir)