Kadisdik Karimun Jalani Sidang Pertama Sebagai Terdakwa

Kadisdik Karimun Jalani Sidang Pertama Sebagai Terdakwa

KARIMUN (tambunan)-Kepala Dinas Pendidikan Karimun MS Sudarmadi dan mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Karimun HM Taufik menjadi terdakwa dalam kasus dugaan penipuan 5 program studi (prodi) di Universitas Karimun (UK). Sidang perdana digelar di Pengadilan Negeri Tanjungbalai Karimun, Selasa (1/6). Kedua pejabat dan mantan pejabat di Karimun itu terpaksa duduk di kursi pesakitan, karena keduanya juga menjadi orang penting di UK. Sudarmadi saat itu menjabat sebagai Rektor UK, sementara HM Taufik sebagai Ketua Yayasan Tujuh Juli yang menaungi UK pada periode 2008-2010.

Sidang perdana kasus dugaan penipuan 5 prodi di UK yang tidak memiliki izin dari Menteri Pendidikan Nasional itu dipimpin Ketua Pengadilan Negeri Tanjungbalai Karimun Fathul Mujib dan dua hakim anggota. Sidang itu mengagendakan pembacaan dakwaan oleh majelis hakim.

Ketua Majelis Hakim Fathul Mujib salam sidang itu, usai membacakan dakwaan langsung meminta saksi yang telah disiapkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Oktoni D Marpaung dan Uly Natalia Sihombing. JPU menghadirkan empat saksi. Semua saksi perempuan yang dihadirkan JPU adalah mantan mahasiswa UK.

"Kepada saudara JPU, mohon dihadirkan saksi-saksi dalam persidangan ini," ungkap Fathul Mujib. JPU kemudian memenuhi permintaan hakim dengan menghadirkan empat mantan mahasiswa UK dari prodi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD), mereka adalah Sinta Olivia, Nur Azza Olivia, Khatijah dan Salma binti Ridwan.

Dalam kesaksiannya, Sinta menuturkan, sebagai mahasiswa UK, dirinya merasa dirugikan karena tidak diwisuda pada 2011 lalu. Karena, pada 2008 hingga 2011, sejak dia menjalani masa perkuliahan hingga Kuliah Kerja Nyata (KKN) sampai membuat skripsi. Namun, izin prodi ternyata tidak dikeluarkan oleh Kopertis Wilayah X dan Menteri Pendidikan Nasional.

"Sewaktu kami baca brosur dan juga adanya iklan di radio, kalau UK telah membuka program studi PGSD. Bahkan, dalam brosur itu juga disebut statusnya terdaftar. Makanya, saya langsung mendaftar dan mengambil jurusan PGSD. Namun, tiga tahun kuliah atau pada 2011, tiba-tiba Dekan bilang kami tak bisa kuliah karena prodi yang kami ambil belum ada izin," ungkap Sinta.

Menurutnya, Dekan yang saat itu dijabat oleh Amjon yang saat ini menjabat sebagai Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Karimun mengumpulkan para mahasiwa di kampus utama. Di depan ribuan mahasiswa saat itu, Amjon menerangkan kalau prodi PGSD belum ada izin dan mahasiswa diminta kuliah ulang, namun tetap melakukan pembayaran uang kuliah sesuai dengan ketentuan pihak Yayasan Tujuh Juli.

"Pak hakim, saya tidak bisa terima dengan keputusan kampus. Sudah menghabiskan dana dan waktu, malah suruh kuliah ulang dan bayar lagi. Saya merasa ditipu dan dirugikan oleh UK. Kalau memang prodi itu tak ada izinnya, lalu kenapa mereka menerima pendaftaran mahasiswa," tuturnya.

Saksi selanjutnya, Nur Azza Olivia juga menyampaikan pernyataan yang hampir sama, mereka semua merasa tertipu oleh kampus UK, karena membuka prodi namun tak memiliki izin. Mereka mengaku pernah ditawari dikuliahkan ke Kampus Sumenep ketika Rektor dijabat Abdul Latief, namun batal karena perjanjian antara UK dan Sumenep juga batal.

Sedangkan saksi keempat Khatijah dan Salma binti Ridwan juga menjelaskan proses perkuliahan dari pendaftaran pada 2008 hingga diberitahu kalau izin prodi tak ada pada 2011. Mereka juga menjelaskan soal biaya kuliah. Selama menjalani masa perkuliahan, mereka diminta membayar uang semester melalui rekening atas nama MS Sudarmadi.

Ketua Majelis Hakim Fathul Mujib akhirnya menunda menutup sidang kemarin, dan melanjutkan pada Rabu, 8 Juni mendatang. Fathul juga menyebut, kedua terdakwa tidak ditahan dan statusnya menjadi tahanan kota. Alasannya, keduanya dianggap tidak akan melarikan diri, menghilangkan barang bukti, serta dijamini oleh pihak keluarga dan Penasehat Hukum yang bersangkutan. (tambunan)

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index