JMGR : Izin RAPP Harus di Cabut

Sabtu, 20 Mei 2017 | 08:35:18 WIB
Salah satu Kawasan Gambut di Dayun-Siak dalam dikonsesi RAPP

Pekanbaru (Beritaintermezo.com)-Jaringan Masyarakat Gambut Riau (JMGR) melalui sekretaris Isnadi Esman mengatakan  pemerintah harus mencabut izin RAPP, karena sebagian besar berada didalam kawasan gambut. Sesuai dengan PP 57 tentang perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut, konsesi RAPP termasuk di Pulau Padang berada di kawasan Gambut yang seharusnya sebagai fungsi lindung bukan budidaya apalagi dengan komoditi akasia yang monokultur.

"Sebenarnya sudah ada regulasi yang mengatru seperti PP 57 tentang perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut. Jika merujuk pada atruan tersebut jelas bahwa beberapa konsesi RAPP termasuk sebagian besar Pulau Padang harus dicabut karena berada dikawasan gambut yang seharusnya fungsi lindung bukan untuk komoditi akasia yang monokultur," ujar Isnadi kepada Intermezo Jumat (19/5).

Isnadi juga mengatakan perusahaan April group sangat brutal dan merusak gambut seperti salah satu perusahaan HTI PT SAU yang menunjukkan kebrutalan terhadap masyarakat. Saat masyarakat melakukan aksi damai Kamis 18 Mei 2017,di Desa Teluk Binjai Kecamatan Teluk Meranti Kabupaten Pelalawan-Riau. Aksi masyarakat yang menuntut penghentian sementara oprasional perusahaan hingga ada penyelesaian atas pengingkaran kesepakatan tentang kemitraan dan tanaman kehidupan tersebut berujung ricuh yang dimulai dari pihak security perusahaan yang mengunakan semprotan cairan kimia dan pentungan serta tameng untuk memukul mundur masyarakat. 6 orang masyarakat mengalami cedera mata akibat sempotan bahan kimia.

JMGR mendukung aksi masyarakat Desa Teluk Binjai untuk menyuarakan hak mereka dan menuntut kewajiban perusahaan atas tanggung jawab perusahaan yang wajib di implementasikan sesuai dengan regulasi yang sudah di siapkan oleh pemerintah. Apa lagi sudah ada kesepakatan antara masyarakat dengan perusahaan, sangat arogan dan tidak beradab perusahaan yang menjawab suara masyarakat dengan tindakan arogan yang berakibat pada cedera fisik. Ini merupakan pelanggaran berat atas Hak Asasi Manusia (HAM) dalam bisnis yang dijalankan perusahaan.

"Pemerintah sudah menyiapkan P.17/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2017 tentang Pembangunan Hutan Tanaman Industri, didalam aturan sudah sangat jelas mengatur tentang tanaman kehidupan yang diperuntukkan kepada masyarakat terutama diareal yang berkonflik, tinggal bagai mana niat baik perusahaan dalam mematuhi aturan tersebut. Kemudian di Peraturan Pemerintah (PP) No. 57 tahun 2016 sudah sangat jelas mengatur bagai mana tentang perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut di dalam areal konsesi Hutan Tanaman Industri (HTI) yang harus juga memperhatikan sebaran penduduk, kearifan lokal, aspirasi masyarakat dan juga tinggi muka air di kanal yang juga berkaitan dengan kebutuhan masyarakat akan air," kata Isnadi.

"Semua itu sudah di atur, perusahaan tinggal ikuti dan menerapkan. Jika itu dilaksanakan saya yakin konflik-konflik yang terjadi di Riau, seperti di Desa Teluk Binjai ini akan dapat diselesaikan. Perusahaan jangan mau untungnya saja, jangan hanya pandai meminta revisi atau menolak aturan pemerintah seperti PP. 57 yang akhir-akhir ini gencar dilakukan, penting juga menghormati hukum yang ada dengan memberikan hak masyarakat, jaga ekosistem gambut jangan malah memelihara konflik dan memanajemen konflik untuk keutungan bisnis. Begitu juga Pemerintah Daerah (Pemda) juga harus mendorong penyelesaian konflik yang ada di daerahnya seperti Kabupaten Pelalawan ini,"tambahnya  (jin)

Terkini