Pekanbaru (Beritaintermezo.com) - Sempat terjadi ketegangan antar sesama anggota dan diskors, hearing Komisi C DPRD Riau dengan Badan Pengelolaan Aset dan Keuangan Daerah (BPKAD) Provinsi Riau tetap dilaksanakan.
Ketegangan ini berawal dari adanya keinginan sejumlah anggota Komisi C yang menginginkan hearing kali ini tertutup untuk media. Disisi lain, ada juga sejumlah anggota komisi yang tetap menginginkan hearing tersebut terbuka untuk media.
"Rapat ini harus tertutup dan tidak boleh diliput oleh media, media nanti saja kalau sudah selesai, baru kita adakan konferensi pers," kata Musyaffak Asikin, Wakil Ketua Komisi C dalam hearing, Kamis (14/07/16).
Mendengar pernyataan tersebut, Husni Tamrin, anggota Komisi C menyebut hearing tetap dilaksanakan secara terbuka untuk media. Hal ini supaya semua yang diperbincangkan dalam hearing, bisa diketahui masyarakat dan tidak menimbulkan kesan permainan antara anggota Komisi C dengan BPKAD.
"Kenapa rapat harus tertutup, ada apa dengan rapat ini. Jangan sampai menimbulkan persepsi ada permainan dalam rapat ini. Kalau rapat tetap harus tertutup, saya akan meninggalkan ruangan ini," tegasnya sambil menggebrak meja.
Melihat kondisi yang mulai memanas, Aherson, Ketua Komisi C yang juga memimpin hearing langsung mengambil tindakan. Politisi Demokrat ini langsung menskors hearing sekaligus melakukan rapat internal komisi.
Setelah rapat internal dilaksankan, maka hearing kembali dilanjutkan dengan sistem terbuka untuk media. Dalam agendanya, hearing akan membahas tidak adanya deviden dari Hotel Arya Duta selama tiga tahun belakangan yang diterima pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau.
"Satu tahun devidennya sekitar Rp200 juta, tiga tahun berarti sekitar Rp600 juta. Ketika pihak Arya Duta mau membayar, BPKAD menolak dengan alasan maslaha administrasi pembayaran," ungkap Aherson kepada wartawan usai hearing.
Dalam hearing, BPKAD mengemukakan alasannya tidak menerima pembayaran yang dimaksud. Dari penjelasannya, adanya pemindahan kewenangan dari pengelolaan Hotel Arya Duta tersebut menjadi salah satu penyebab tidak adanya deviden yang dimaksud.
Kewenangan tersebut, dari Pemprov Riau ke BUMD. Hal ini menurutnya, pernah menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK. Selaku komisi yang membidangi keuangan, pihaknya menyayangkan sikap BPKAD yang tidak menindak lanjuti hal tersebut.
"Kalau ada kendala, konsultasikan ke BPK jangan malah terkesan menyerah dengan keadaan. Pekan depan kami akan mengundang seluruh intansi yang berkaitan dengan penerimaan PAD untuk membahas soal pendapatan daerah, bagaimanapun ini menyangkut pendapatan daerah," tutupnya.(bic)
Ketegangan ini berawal dari adanya keinginan sejumlah anggota Komisi C yang menginginkan hearing kali ini tertutup untuk media. Disisi lain, ada juga sejumlah anggota komisi yang tetap menginginkan hearing tersebut terbuka untuk media.
"Rapat ini harus tertutup dan tidak boleh diliput oleh media, media nanti saja kalau sudah selesai, baru kita adakan konferensi pers," kata Musyaffak Asikin, Wakil Ketua Komisi C dalam hearing, Kamis (14/07/16).
Mendengar pernyataan tersebut, Husni Tamrin, anggota Komisi C menyebut hearing tetap dilaksanakan secara terbuka untuk media. Hal ini supaya semua yang diperbincangkan dalam hearing, bisa diketahui masyarakat dan tidak menimbulkan kesan permainan antara anggota Komisi C dengan BPKAD.
"Kenapa rapat harus tertutup, ada apa dengan rapat ini. Jangan sampai menimbulkan persepsi ada permainan dalam rapat ini. Kalau rapat tetap harus tertutup, saya akan meninggalkan ruangan ini," tegasnya sambil menggebrak meja.
Melihat kondisi yang mulai memanas, Aherson, Ketua Komisi C yang juga memimpin hearing langsung mengambil tindakan. Politisi Demokrat ini langsung menskors hearing sekaligus melakukan rapat internal komisi.
Setelah rapat internal dilaksankan, maka hearing kembali dilanjutkan dengan sistem terbuka untuk media. Dalam agendanya, hearing akan membahas tidak adanya deviden dari Hotel Arya Duta selama tiga tahun belakangan yang diterima pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau.
"Satu tahun devidennya sekitar Rp200 juta, tiga tahun berarti sekitar Rp600 juta. Ketika pihak Arya Duta mau membayar, BPKAD menolak dengan alasan maslaha administrasi pembayaran," ungkap Aherson kepada wartawan usai hearing.
Dalam hearing, BPKAD mengemukakan alasannya tidak menerima pembayaran yang dimaksud. Dari penjelasannya, adanya pemindahan kewenangan dari pengelolaan Hotel Arya Duta tersebut menjadi salah satu penyebab tidak adanya deviden yang dimaksud.
Kewenangan tersebut, dari Pemprov Riau ke BUMD. Hal ini menurutnya, pernah menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK. Selaku komisi yang membidangi keuangan, pihaknya menyayangkan sikap BPKAD yang tidak menindak lanjuti hal tersebut.
"Kalau ada kendala, konsultasikan ke BPK jangan malah terkesan menyerah dengan keadaan. Pekan depan kami akan mengundang seluruh intansi yang berkaitan dengan penerimaan PAD untuk membahas soal pendapatan daerah, bagaimanapun ini menyangkut pendapatan daerah," tutupnya.(bic)