PTPN IV Regional III Ajak Pemerintah dan Asosiasi Kolaborasi Tingkatkan Kesejahteraan Petani

PTPN IV Regional III Ajak Pemerintah dan Asosiasi Kolaborasi Tingkatkan Kesejahteraan Petani

Pekanbaru (BIC)-PT Perkebunan Nusantara IV Regional III, entitas di bawah Sub Holding PTPN IV PalmCo yang terus berkomitmen tumbuh dan berkembang bersama petani sawit melalui beragam insiatif mengajak seluruh pihak untuk berkolaborasi bersama.

Kolaborasi dan sinergi tersebut penting untuk menyamakan perspektif sebagai bagian dari inisiatif mewujudkan target 100 juta ton crude palm oil (CPO) pada 2045. Saat ini, berdasarkan data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), produksi CPO Indonesia telah mencapai lebih dari 52 juta ton.

Hal itu disampaikan SEVP Business Support PTPN IV Regional III Bambang Budi Santoso dalam perhelatan Forum Bisnis Kemitraan Aspekpir Indonesia yang di selenggarakan Asosiasi Petani Kelapa Sawit Perkebunan Inti Rakyat (Aspekpir) Indonesia di Pekanbaru, Rabu hari ini (27/8/2025).

Kegiatan tersebut turut dihadiri Ketua Umum GAPKI Eddy Martono, Ketua Aspekpir Indonesia Setyono, Pemerintah Provinsi Riau, para pengusaha industri sawit, hingga petani sawit.

Dalam paparannya sebagai keynote speakers, Bambang menegaskan bahwa PTPN IV Regional III tidak hanya hadir sebagai entitas korporasi semata. Lebih dari itu, perusahaan perkebunan negara ini menjalankan mandat besar untuk tumbuh bersama rakyat-terutama petani plasma yang menjadi bagian penting dari rantai pasok industri sawit nasional.

"Sejak awal, kami tidak ingin sekadar tumbuh sebagai korporasi. Kami ingin tumbuh dan berkembang bersama para petani mitra dan turut menjalankan peran sebagai agen pembangunan bangsa," buka Bambang.

Dalam impelementasinya, alumni Universitas Riau yang telah menjadi insan PTPN selama lebih dua dekade tersebut mengatakan, PTPN IV Regional III secara konsisten menjalankan program PTPN untuk Sawit Rakyat. Program yang dimoderisasi sejak 2019 lalu tersebut telah menjadi tulang punggung percepatan Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) di Provinsi Riau.

Program ini, lanjut dia, bukanlah langkah baru. Bahkan jauh sebelumnya, kemitraan antara PTPN dan petani telah dimulai sejak tahun 1982 melalui program transmigrasi dengan melakukan pendekatan skema PIR (Perkebunan Inti Rakyat)

Seiring waktu, perusahaan yang saat ini masih bernama PTPN V meluncurkan revitalisasi perkebunan pada 2012 hingga 2014. Program tersebut ditujukan untuk membantu petani melakukan peremajaan sawit yang mulai renta dan tidak lagi produktif, hingga akhirnya program tersebut dikembangkan lebih komprehensif melalui PSR.

"Alhamdulillah, sampai saat ini, lebih dari 10.700 hektare kebun sawit rakyat telah diremajakan oleh PTPN IV Regional III. Capaian ini tak hanya memberi harapan baru bagi petani, tetapi juga memperlihatkan bagaimana model kemitraan yang dirancang secara tepat dapat menjadi instrumen nyata dalam mendorong produktivitas dan kesejahteraan petani," tuturnya.

Pria berkacamata itu menjelaskan, keberhasilan PSR tak lepas dari three layer strategy yang diterapkan perusahaan. Dimulai dari Pola Manajemen Tunggal (Single Management), padat karya atau cash for works, dan penyediaan bibit sawit unggul bersertifikat.

Untuk pola single management, ia menjelaskan petani tetap menjadi pemilik lahan, namun seluruh proses pengelolaan-dari teknis, agronomis hingga manajerial-diintegrasikan secara profesional oleh manajemen PTPN.

Dampaknya, produktivitas petani meningkat drastis dibandingkan dengan yang tidak menerapkan pola yang sama. Begitu juga pendapatan petani mitra yang saat ini tercatat mencapai rata-rata Rp12 juta per bulan per kavling.

Kebijakan ini, kata dia, bukan hanya berdampak pada kesejahteraan keluarga petani, tapi juga ikut menggerakkan roda ekonomi desa secara lebih merata.

Tak hanya itu, pendekatan manajemen tunggal juga memungkinkan standarisasi praktik berkelanjutan, termasuk pemupukan berimbang, rotasi panen, serta pengelolaan lingkungan. Semua ini dirancang untuk menjawab tuntutan pasar global terhadap praktik agribisnis yang bertanggung jawab dan berkelanjutan.

Inisiatif kedua adalah penerapan program Padat Karya (Cash for Works). Program ini memberikan ruang partisipasi lebih luas kepada masyarakat lokal, khususnya dalam masa peremajaan sawit dan saat tanaman belum menghasilkan. Selain menciptakan lapangan kerja, program ini juga menjadi sarana edukatif untuk mengenalkan praktik budidaya sawit yang baik dan sesuai standar industri.

Sementara itu, inisiatif ketiga adalah penyediaan bibit unggul bersertifikat. Hingga saat ini, tak kurang 2 juta batang bibit unggul bersertifikasi dengan potensi produksi mencapai 28-32 ton TBS per hektare per tahun.

*1.700 Petani PTPN IV Regional III Siap RSPO*

Lebih jauh, Bambang mengatakan PTPN IV Regional III tidak hanya memastikan keberhasilan program PSR dari sisi produksi, tetapi juga menyiapkan petani untuk bersaing di pasar internasional.

Ia menjelaskan bahwa tantangan global yang kian kompleks-termasuk isu keberlanjutan, efisiensi, dan traceability produk—harus dijawab dengan model kemitraan yang lebih kokoh, transparan, dan saling menguatkan

Salah satu buktinya, saat ini lebih dari 1.700 petani mitra tengah mempersiapkan diri untuk mendapatkan sertifikasi RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil).

"Sertifikasi ini bukan hanya soal memenuhi standar ekspor. Lebih dari itu, ini adalah bentuk pengakuan atas posisi petani sebagai pelaku utama industri yang profesional, mandiri, dan tangguh menghadapi persaingan global," paparnya.

"Kami meyakini bahwa kemitraan sejati tidak cukup hanya dibangun di atas kontrak kerja sama, melainkan harus berlandaskan kepercayaan dan kebermanfaatan bersama," lanjut dia.

Menutup pidatonya, Bambang mengajak seluruh elemen bangsa—mulai dari asosiasi petani, dinas pemerintah daerah, hingga perusahaan swasta-untuk memperkuat kolaborasi. Karena hanya dengan kerja sama yang sejajar dan saling menguatkan, petani bisa menjadi tulang punggung industri yang bukan hanya produktif, tetapi juga berkeadilan dan berkelanjutan.

"Untuk petani yang lebih mandiri, untuk industri yang lebih tangguh, dan untuk Indonesia yang lebih kuat," pungkasnya.

Sementara itu, Ketua Dewan Pengawas Aspekpir, Rusman Heriawan mengapresiasi PTPN IV Regional III yang hingga saat ini terus bersinergi dengan asosiasi yang dipimpin Setyono tersebut.

Senada dengan Bambang, ia mengatakan bahwa komoditas sawit memiliki karateristik yang sangat kuat untuk membantu pengentasan kemiskinan di Indonesia. Melalui kemitraan yang bertumbuh secara positif, para petani sawit memiliki kesejahteraan yang sangat baik.

"Coba kita lihat kasat mata petani sawit sekarang, jarang yang miskin. Semuanya terangkat. Ini fakta bahwa pengurangan kemiskinan sangat cepat dari wilayah sawit. dan itu tentu menyumbang penurunan kemiskinan nasional," kata dia.

Keberadaan Aspekpir, jelas Rusman, tak lepas dari dukungan dan hubungan kemitraan yang baik serta sejarag panjang dengan PTPN IV. Dia mengatakan sejak tahun 1980 an, para petani PIR bersama-sama membangun sawit dengan PTPN. Hubungan itu terus terjaga dengan baik hingga saat ini.  

"Loyalitas konsitensi Aspekpir tidak perlu diragukan untuk membangun kemitraan dengan perusahaan. Aspekpir tidak berpolitik, tidak senggola sana-sini. Kami adalah adalah petani murni yang membangun dirinya untuk perbaiki nasibnya," tutupnya.***

#Riau

Index

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index