SELATPANJANG (Beritaintermezo.com)-Polisi Resor (Polres) Kepulauan Meranti berhasil mengamankan ratusan batang kayu olahan jenis balak tim yang berlokasi di Parit Kekat Desa Sungai Tohor, Kecamatan Tebingtinggi Timur, Kepulauan Meranti, Riau, pada Minggu (3/2/2020) siang lalu.
Hal itu dibenarkan langsung Kapolres Kepulauan Meranti, AKBP Taufiq Lukman Nurhidayat SIK MH, melalui Kasat Reskrim, AKP Ario Damar SH, Selasa (4/2/2020) siang.
"Penindakan bermula dari laporan masyarakat terhadap aktivitas tersebut. Makanya kita langsung turun ke lapangan. Ternyata benar, ratusan Balak Tim kayu illegal di Jalan Parit Kekat Desa Sungai Tohor, Tebingtinggi Timur Kepulauan Meranti sudah kita pasang police line," ungkapnya.
Dikatakan kayu dari praktik illegal logging itu tidak diketahui siapa pemiliknya atau tidak bertuan.
Ario Damar menceritakan, kayu olahan jenis balak tim tersebut berjumlah lebih kurang 211 batang dengan ukuran bervariasi. Keberadaan dan pemiliknya masih didalami dengan pengumpulan bahan keterangan (Pulbaket).
"Sampai saat ini kita belum tau punya siapa. Yang jelas masih tahapan Pulbaket," ujarnya.
Menurut Ario, titik kordinat ekploitasi atau lokasi aktifitas illegal logging tersebut masuk dalam lokasi kawasan hutan produksi yang dikelola oleh lembaga pengelola hutan desa (LPHD) setempat.
Sebelumnya dikelola LPHD, lahan itu merupakan lahan eks PT PT Lestari Unggul Makmur (LUM) seluas 10.390 hektar. Hak pengelolaan hutan tersebut dikelola melalui koperasi atau BUMDes
"Kita juga telah berkordinasi dengan UPT KPH dalam menentukan status kawasan kegiatan para pembalak liar tersebut. Setelah diambil titik kordinatnya, ternyata lokasi berada di kawasan hutan produksi yang dikelola oleh LPHD," bebernya.
Penyelidikan selanjutnya, tambah Ario pihaknya akan memanggil perangkat desa, dan berkoordinasi dengan KPH setempat. Selain itu mereka juga akan mendatangkan ahli dari Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Provinsi Riau.
"Dalam waktu dekat perangkat desa akan kita panggil, mulai dari Kades hingga perangkat lingkungan. Dengan KPH kita tetap berkoordinasi. Termasuk akan mendatangkan ahli pengelolaan hutan produksi provinsi," pungkasnya.
Terhadap kasus tersebut pelaku bisa dijerat UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Perusakan Hutan dengan ancaman pidananya maksimal 10 tahun penjara dan denda paling banyak Rp5 miliar. (karim).
Hal itu dibenarkan langsung Kapolres Kepulauan Meranti, AKBP Taufiq Lukman Nurhidayat SIK MH, melalui Kasat Reskrim, AKP Ario Damar SH, Selasa (4/2/2020) siang.
"Penindakan bermula dari laporan masyarakat terhadap aktivitas tersebut. Makanya kita langsung turun ke lapangan. Ternyata benar, ratusan Balak Tim kayu illegal di Jalan Parit Kekat Desa Sungai Tohor, Tebingtinggi Timur Kepulauan Meranti sudah kita pasang police line," ungkapnya.
Dikatakan kayu dari praktik illegal logging itu tidak diketahui siapa pemiliknya atau tidak bertuan.
Ario Damar menceritakan, kayu olahan jenis balak tim tersebut berjumlah lebih kurang 211 batang dengan ukuran bervariasi. Keberadaan dan pemiliknya masih didalami dengan pengumpulan bahan keterangan (Pulbaket).
"Sampai saat ini kita belum tau punya siapa. Yang jelas masih tahapan Pulbaket," ujarnya.
Menurut Ario, titik kordinat ekploitasi atau lokasi aktifitas illegal logging tersebut masuk dalam lokasi kawasan hutan produksi yang dikelola oleh lembaga pengelola hutan desa (LPHD) setempat.
Sebelumnya dikelola LPHD, lahan itu merupakan lahan eks PT PT Lestari Unggul Makmur (LUM) seluas 10.390 hektar. Hak pengelolaan hutan tersebut dikelola melalui koperasi atau BUMDes
"Kita juga telah berkordinasi dengan UPT KPH dalam menentukan status kawasan kegiatan para pembalak liar tersebut. Setelah diambil titik kordinatnya, ternyata lokasi berada di kawasan hutan produksi yang dikelola oleh LPHD," bebernya.
Penyelidikan selanjutnya, tambah Ario pihaknya akan memanggil perangkat desa, dan berkoordinasi dengan KPH setempat. Selain itu mereka juga akan mendatangkan ahli dari Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Provinsi Riau.
"Dalam waktu dekat perangkat desa akan kita panggil, mulai dari Kades hingga perangkat lingkungan. Dengan KPH kita tetap berkoordinasi. Termasuk akan mendatangkan ahli pengelolaan hutan produksi provinsi," pungkasnya.
Terhadap kasus tersebut pelaku bisa dijerat UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Perusakan Hutan dengan ancaman pidananya maksimal 10 tahun penjara dan denda paling banyak Rp5 miliar. (karim).