JAKARTA (Beritaintermezo.com) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meloloskan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok atas kasus pembelihan lahan Rumah Sakit (RS) Sumber Waras.
Menanggapi hal itu, pakar Hukum dari Universitas Hasanuddin Juajir Sumardi menilai bahwa keputusan KPK harus diuji kembali lantaran adanya perbedaan pendapat dengan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK), yang menyatakan telah menemukan adanya kerugian negara sebesar Rp119 miliar.
“Bahwa temuan BPK dianggap tidak memenuhi syarat untuk mentersangkakan Ahok, maka harus di uji kembali melalui Mahkamah Konstitusi (MK). Pasalnya ini merupakan sengketa kewenangan dua lembaga negara,” papar Sumardi seperti dilansir Okezone, Rabu (15/6/2016).
Menurutnya, kedua lembaga negara tersebut memiliki kewenangan yang berbeda. BPK memiliki kewenangan untuk memeriksa keuangan negara, sedangkan KPK untuk penindakan. "Jadi, keduanya memiliki porsi kewenangan yang berbeda,” ujarnya.
Jumardi menyarankan BPK dan KPK harus memaparkan argumennya secara transparan. Hal itu agar tidak terjadi kegaduhan di masyarakat.
"Biar tidak gaduh. KPK harus memaparkan argumennya yang meloloskan Ahok. Bagaimana dasar hukumnya atas argumen tersebut. Hal ini juga berlaku kepada BPK, yang menemukan adanya dugaan kerugian negara akibat Rumah Sakit Sumber Waras," tutur dia.
Sebelumnya, Ketua KPK Agus Rahardjo dalam rapat dengar pendapat di Komisi III DPR mengatakan, lembaganya tidak menemukan adanya tindak pidana korupsi dalam kasus pembelian lahan milik RS Sumber Waras oleh Ahok.
Dari hasil tersebut, KPK tidak akan meningkatkan status proses hukum tersebut ke tahap penyidikan.
Agus juga menjelaskan, pihaknya sudah mengundang ahli untuk memberikan keterangan seputar kasus tersebut.
Di antaranya ahli dari Universitas Gajah Mada, Universitas Indonesia, dan Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia. Hasilnya tidak ada indikasi kerugian terkait pembelian lahan Sumber Waras, sebagaimana hasil yang telah diaudit BPK.(int)
Menanggapi hal itu, pakar Hukum dari Universitas Hasanuddin Juajir Sumardi menilai bahwa keputusan KPK harus diuji kembali lantaran adanya perbedaan pendapat dengan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK), yang menyatakan telah menemukan adanya kerugian negara sebesar Rp119 miliar.
“Bahwa temuan BPK dianggap tidak memenuhi syarat untuk mentersangkakan Ahok, maka harus di uji kembali melalui Mahkamah Konstitusi (MK). Pasalnya ini merupakan sengketa kewenangan dua lembaga negara,” papar Sumardi seperti dilansir Okezone, Rabu (15/6/2016).
Menurutnya, kedua lembaga negara tersebut memiliki kewenangan yang berbeda. BPK memiliki kewenangan untuk memeriksa keuangan negara, sedangkan KPK untuk penindakan. "Jadi, keduanya memiliki porsi kewenangan yang berbeda,” ujarnya.
Jumardi menyarankan BPK dan KPK harus memaparkan argumennya secara transparan. Hal itu agar tidak terjadi kegaduhan di masyarakat.
"Biar tidak gaduh. KPK harus memaparkan argumennya yang meloloskan Ahok. Bagaimana dasar hukumnya atas argumen tersebut. Hal ini juga berlaku kepada BPK, yang menemukan adanya dugaan kerugian negara akibat Rumah Sakit Sumber Waras," tutur dia.
Sebelumnya, Ketua KPK Agus Rahardjo dalam rapat dengar pendapat di Komisi III DPR mengatakan, lembaganya tidak menemukan adanya tindak pidana korupsi dalam kasus pembelian lahan milik RS Sumber Waras oleh Ahok.
Dari hasil tersebut, KPK tidak akan meningkatkan status proses hukum tersebut ke tahap penyidikan.
Agus juga menjelaskan, pihaknya sudah mengundang ahli untuk memberikan keterangan seputar kasus tersebut.
Di antaranya ahli dari Universitas Gajah Mada, Universitas Indonesia, dan Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia. Hasilnya tidak ada indikasi kerugian terkait pembelian lahan Sumber Waras, sebagaimana hasil yang telah diaudit BPK.(int)