JAKARTA (Beritaintermezo.com)-Ketua DPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengingatkan, Pilkada serentak 2018, Pileg dan Pilpres 2019 disinyalir akan diwarnai isu politik SARA dan politik uang. Jika kedua isu ini tidak dikelola dengan baik, maka akan menurunkan bahkan merusak kualitas demokrasi.
"Ancaman demokrasi berupa rusaknya persatuan dan kesatuan bangsa akan tinggi dalam tahun politik ini. Sebab, saat ini sudah mulai terlihat upaya untuk memecah-belah persatuan bangsa dan merusak kerukunan antar umat beragama," tegas Bamsoet dalam keterangannya pada wartawan, Rabu (28/2/2018).
Politisi Golkar itu menyontohkan pola-pola penyerangan terhadap tokoh, pemuka agama serta rumah ibadah menjadi salah satu bukti upaya memecah persatuan dan merusak kerukunan antar umat beragama.
"Pola-pola seperti ini pernah dilakukan beberapa tahun sebelumnya. Modus yang dipakai antara lain dengan menggunakan isu dukun santet di Banyuwangi, 1996 sehingga korban kiai menjadi korban," ujarnya.
Karena itu Bamsoet berharap pilkada, pileg dan pilpres tak hanya prosedural, tapi memiliki makna substansial yang mencerminkan proses demokrasi berkualitas.
Terlebih Pilkada serentak di 171 daerah tahun 2018 ini akan lebih dinamis, karena melibatkan 17 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten. "Politik uang dan politik transaksional harus dihindari dan tinggalkan untuk mewujudkan demokrasi yang beradab dan berkualitas," jelas Bamsoet lagi.
Dalam konteks demokrasi yang berkualitas kata dia, masyarakat Indonesia dapat menyaksikan proses pemilu yang ideal dari para peserta pemilu, yakni dengan mengedepankan ide, program serta visi dan misi.
Sehingga, masyarakat dapat mengambil pembelajaran politik yang positif untuk perkembangan demokrasi ke depan. "Pelaksanaan Pilkada harus menjadi bukti nyata dari semua komponen bangsa untuk mampu menumbuhkembangkan demokrasi yang berkualitas,"ungkapnya.
Politisi Partai Golkar ini menilai beberapa daerah yang akan menyelenggarakan Pilkada memiliki kerawanan terkait dengan penggunaan isu SARA. "Pastinya, semua parpol akan all out mengkampanyekan pasangan calon yang diusungnya kepada masyarakat. Hal tersebut sangat berpotensi menimbulkan gesekan di masyarakat yang dapat menimbulkan ancaman keamanan," ujar Bamsoet.
Bamsoet menegaskan, DPR RI melalui pelaksanaan fungsi pengawasan akan melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kampanye Pilkada, Pileg dan Pilpres.
"Langkah-langkah preventif dalam menghadapi potensi ancaman Pilkada serentak perlu disiapkan. DPR telah bekerjasama dengan lembaga pemerintah lain seperti KPU, Bawaslu, Polri, BIN, TNI, Pemprov, dan Pemda agar pelaksaanan Pilkada, Pileg dan Pilpres dapat berlangsung dengan aman dan lancar," tambah Bamsoet.
Bamsoet menilai ada baiknya ke depan pemilihan kepala daerah, mulai dari bupati, walikota hingga gubernur tidak dilakukan secara langsung, tetapi dikembalikan ke DPRD. Sementara, untuk pemilihan legislatif dan pemilihan Presiden tetap bisa dilakukan secara langsung.
"Kita ketahui politik uang dan transaksional di Pilkada Bupati, walikota dan Gubernur sangat tinggi. Kerusakan yang ditimbulkan juga telah mengkhawatirkan. Masyarakat terbiasa dibeli dengan uang. Ironisnya, di beberapa daerah yang saya kunjungi, ada warga yang berharap Pilkada bisa dilakukan setiap tahun hingga mereka bisa mendapatkan uang terus. Hal ini jelas merusak dan tidak bisa dibiarkan tetap berlanjut," katanya. (Bir)
"Ancaman demokrasi berupa rusaknya persatuan dan kesatuan bangsa akan tinggi dalam tahun politik ini. Sebab, saat ini sudah mulai terlihat upaya untuk memecah-belah persatuan bangsa dan merusak kerukunan antar umat beragama," tegas Bamsoet dalam keterangannya pada wartawan, Rabu (28/2/2018).
Politisi Golkar itu menyontohkan pola-pola penyerangan terhadap tokoh, pemuka agama serta rumah ibadah menjadi salah satu bukti upaya memecah persatuan dan merusak kerukunan antar umat beragama.
"Pola-pola seperti ini pernah dilakukan beberapa tahun sebelumnya. Modus yang dipakai antara lain dengan menggunakan isu dukun santet di Banyuwangi, 1996 sehingga korban kiai menjadi korban," ujarnya.
Karena itu Bamsoet berharap pilkada, pileg dan pilpres tak hanya prosedural, tapi memiliki makna substansial yang mencerminkan proses demokrasi berkualitas.
Terlebih Pilkada serentak di 171 daerah tahun 2018 ini akan lebih dinamis, karena melibatkan 17 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten. "Politik uang dan politik transaksional harus dihindari dan tinggalkan untuk mewujudkan demokrasi yang beradab dan berkualitas," jelas Bamsoet lagi.
Dalam konteks demokrasi yang berkualitas kata dia, masyarakat Indonesia dapat menyaksikan proses pemilu yang ideal dari para peserta pemilu, yakni dengan mengedepankan ide, program serta visi dan misi.
Sehingga, masyarakat dapat mengambil pembelajaran politik yang positif untuk perkembangan demokrasi ke depan. "Pelaksanaan Pilkada harus menjadi bukti nyata dari semua komponen bangsa untuk mampu menumbuhkembangkan demokrasi yang berkualitas,"ungkapnya.
Politisi Partai Golkar ini menilai beberapa daerah yang akan menyelenggarakan Pilkada memiliki kerawanan terkait dengan penggunaan isu SARA. "Pastinya, semua parpol akan all out mengkampanyekan pasangan calon yang diusungnya kepada masyarakat. Hal tersebut sangat berpotensi menimbulkan gesekan di masyarakat yang dapat menimbulkan ancaman keamanan," ujar Bamsoet.
Bamsoet menegaskan, DPR RI melalui pelaksanaan fungsi pengawasan akan melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kampanye Pilkada, Pileg dan Pilpres.
"Langkah-langkah preventif dalam menghadapi potensi ancaman Pilkada serentak perlu disiapkan. DPR telah bekerjasama dengan lembaga pemerintah lain seperti KPU, Bawaslu, Polri, BIN, TNI, Pemprov, dan Pemda agar pelaksaanan Pilkada, Pileg dan Pilpres dapat berlangsung dengan aman dan lancar," tambah Bamsoet.
Bamsoet menilai ada baiknya ke depan pemilihan kepala daerah, mulai dari bupati, walikota hingga gubernur tidak dilakukan secara langsung, tetapi dikembalikan ke DPRD. Sementara, untuk pemilihan legislatif dan pemilihan Presiden tetap bisa dilakukan secara langsung.
"Kita ketahui politik uang dan transaksional di Pilkada Bupati, walikota dan Gubernur sangat tinggi. Kerusakan yang ditimbulkan juga telah mengkhawatirkan. Masyarakat terbiasa dibeli dengan uang. Ironisnya, di beberapa daerah yang saya kunjungi, ada warga yang berharap Pilkada bisa dilakukan setiap tahun hingga mereka bisa mendapatkan uang terus. Hal ini jelas merusak dan tidak bisa dibiarkan tetap berlanjut," katanya. (Bir)