Sederet Fakta Dugaan Wanprestasi Koppsa-M dari Para Saksi di Pengadilan

Sederet Fakta Dugaan Wanprestasi Koppsa-M dari Para Saksi di Pengadilan
Puluhan orang yang tergabung dalam LSM dan Koppsa-M berunjuk rasa di Kantor Bupati Kampar, Senin (25/5/2025).

Pekanbaru (BIC)-Puluhan orang tergabung dalam LSM dan koperasi produsen sukses sawit makmur Desa Pangkalan Baru, Kecamatan Siak Hulu, Kampar melakukan aksi unjuk rasa di Kantor Bupati Kampar, Kota Bangkinang.

Aksi tersebut berlangsung pasca proses persidangan pembuktian gugatan wanprestasikoperasi produsen sukses sawit makmur (Koppsa-M) senilai Rp140 miliar di Pengadilan Negeri Bangkinang, Kabupaten Kampar, rampung dilaksanakan belum lama ini.

Dalam aksinya, massa membentangkan spanduk dan tuntutan meminta agar transparan dalam kemitraan. Namun, sejatinya aksi dan tuntutan tersebut sejatinya bertolak belakang selama tahapan persidangan tersebut.

Selama proses persidangan berlangsung, beragam saksi, mulai dari saksi penggugat, tergugat, akademisi, hingga saksi fakta silih berganti memberikan keterangan di bawah sumpah pengadilan. Mayoritas dari mereka menyampaikan keterangan yang senada dalam perkara wanprestasi bernilai jumbo itu.

Berikut catatan media ini dari jalannya persidangan.

1. Klaim Koppsa-M Dianulir Disbun Kampar

Mulai dari saksi paling anyar yang hadir ke pengadilan pada akhir April 2025. Saksi yang merupakan eks tim penilai Dinas Perkebunan Kampar bernama Idrus yang dihadirkan Koppsa-M sebagai saksi dalam sidang gugatan wanprestasi senilai Rp140 miliar di Pengadilan Negeri Bangkinang mengakui tidak mengetahui adanya kerjasama dengan pihak ketiga.

Kerjasama ilegal yang disebutkan para ahli sebagai tindakan wanprestasi tersebutlah yang selama ini disinyalir menjadi penyebab kerusakan kebun seluas 1.650 hektare itu.

Idrus, eks tim penilai kebun Koppsa-M pada 2017 lalu yang kini menjabat sebagai Sekretaris Dinas Perkebunan Kampar bersaksi selain tidak mengetahui adanya kerjasama eksploitasi kebun Koppsa-M dengan pihak ke-tiga, sementara koperasi yang berlokasi di Desa Pangkalan Baru, Kabupaten Kampar itu masih terikat perjanjian dengan PTPN selaku 'Bapak Angkat', Idrus juga mengaku tidak mendapat data secara komprehensif selama penilaian kebun berlangsung.

Tidak hanya itu, dalam keterangannya di hadapan majelis hakim yang dipimpin Hakim Soni Nugraha, Idrus juga menyatakan bahwa tidak pernah mengeluarkan rekomendasi dari Disbun Kampar bahwa kebun Koppsa-M gagal dibangun.  

Praktis, keterangan saksi tersebut mematahkan argumen yang selama ini dibangun oleh kelompok tim kuasa hukum Koppsa-M.

2. Saksi Ahli Koppsa-M Justru Perkuat Gugatan Wanprestasi

Pada medio April 2025 kemarin, tim kuasa hukum Koppsa-M menghadirkan saksi ahli yang merupakan pengajar studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Islam Riau Dr Asharudin M. Amin.

Dia menilai bahwa Koppsa-M melakukan wanprestasi dengan melanggar perjanjian yang berlaku. Adanya pengambilan alihan paksa, praktik jual beli lahan di bawah tangan, dan kerjasama dengan pihak ke-tiga, dinilai pelanggaran perjanjian dan telah menjurus ke tindakan wanprestasi.

Selain itu, Asharudin turut menjelaskan terkait kelayakan pembangunan kebun yang kerap dipersoalkan oleh Koppsa-M. Faktanya, Studi kelayakan atau perencanaan digunakan saat pencairan di lembaga pembiayaan, yakni Bank. Saat lembaga perbankan telah mencairkan pendanaan, artinya telah dinilai layak dan tidak ada persoalan seperti yang disampaikan oleh Koppsa-M.

Begitu juga terkait penyerahan kebun dalam jangka waktu 48 bulan atau empat tahun, saksi ahli juga menjelaskan harus ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi. Mulai dari tidak ada sengketa areal dan petani anggota yang defintif dan telah ditandatangani bupati. Namun, seiring berjalannya waktu, Koppsa-M sendiri ternyata tidak mampu memenuhi persyaratan tersebut.

3. Tidak Ada Sanggahan Koppsa-M

Ahli perdata Universitas Islam Riau Surizki Febrianto yang juga dihadirkan tim kuasa hukum Koppsa-M menjelaskan bahwa tidak adanya sanggahan, gugatan, maupun tuntutan sejak awal kebun dibangun, hingga tercapainya perjanjian baru di tahun 2013, menandakan pembangunan kebun telah sesuai dengan ketentuan.

Akan tetapi, dalam pelaksanaannya, perjanjian yang diajukan dan telah disepakati pada tahun 2013 Koppsa-M, justru dilanggar sepihak. Dampaknya adalah ketidakmampuan membayar dana talangan. Padahal dalam perjanjian itu semua dibuat dan disepakati, tapi dilanggar oleh Koppsa-M sendiri. "Itulah bentuk wanprestasi dan itu bisa dijadikan alasan untuk aduan gugatan wanprestasi oleh kita," tegas Wahyu.

Akademisi bidang hukum pertanian Ermanto Fahamsyah juga telah menilai pengambilalihan sepihak dan dilakukan secara paksa terhadap kebun sawit plasma oleh pengurus koperasi merupakan tindakan wanprestasi.

Sementara pengurus yang terus terbelenggu dengan pelbagai polemik justru mengorbankan segelintir anggota asli Koppsa-M yang kini masih berharap dengan keberadaan PTPN.

Keterangan saksi-saksi di atas berbanding lurus dengan para saksi lainnya yang terlebih dahulu memberikan keterangan di muka persidangan sebelumnya, baik saksi ahli yang dihadirkan penggugat maupun yang dihadirkan pihak tergugat, yakni Koppsa-M itu sendiri.

"Dari satu persidangan ke persidangan lainnya, perkara ini semakin jelas. Tentu, sekali lagi kami berterimakasih kepada Koppsa-M dan para kuasa hukumnya yang telah menghadirkan saksi ahli ini. Karena justru kian membuat perkara ini semakin terang benderang bahwa mereka telah melakukan wanprestasi," jelas Wahyu Awaludin, kuasa hukum penggugat yang mengawal jalannya perkara ini.

_*Duduk Perkara*_

Koppsa-M hingga kini terus menjadi pesakitan usai sengkarut persoalan di kepengurusan. Di saat kelompok petani mitra PTPN IV lainnya berhasil cuan hingga miliaran rupiah, Koppsa-M seolah tak belajar dari sejarah. Satu persatu masalah muncul akibat salah kelola kepengurusan, hingga si ketua terakhir Anthoni Hamzah terjerat pidana hingga berujung penjara.

Kali ini, Koppsa-M kembali berulah setelah PTPN yang telah membantu mendirikan kebun sawit seluas 1.650 hektare, hingga harus menanggung 'dosa' dengan menanggulangi cicilan di Bank selama belasan tahun akibat ketidakbecusan pengurus.

Usai seluruh cicilan dilunasi PTPN, Koppsa-M yang notabene adalah anak angkat mulai bertindak durhaka kepada 'bapak angkatnya'. Alhasil, PTPN pun terpaksa harus menempuh jalur pengadilan untuk kepastian hukum atas biaya pembangunan kebun, meski sempat di usir dan "diselingkuhi" dengan kerjasama pihak ke tiga.

Wahyu mengatakan langkah ini demi kepastian hukum atas biaya yang dikeluarkan perusahaan negara kepada PTPN IV Regional III selama ini. Wahyu juga percaya bahwa hakim akan sangat objektif untuk memutus perkara ini, mengingat selama jalannya persidangan semakin jelas praktik-praktik wanprestasi yang dilakukan oleh pengurus Koppsa-M.***

#Rakyat

Index

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index