TANJUNGPINANG (Beritaintermezo.com) - Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Narkotika Klas II A Tanjungpinang diduga memalsukan petikan putusan Pengadilan Negeri Tanjungpinang terkait remisi nara pidana Lie Pinto Bin Leman alias Akim. Akim dibebaskan dari Lapas Kelas II A Tanjungpinang berdasarkan petikan putusan PN Nomor 07/PID.S /2012/ PN.TPI.
Menurut pihak PN Tanjungpinang, petikan putusan PN yang dibuat tahun 2012 diduga dipalsukan. Karena petikan aslinya tahun 2013. Begitu juga dengan tanggal penahanan dan lainnya dirubah serta tandatangan maupun paraf oleh pihak panitera PN dipalsukan. Sudah jelas bahwa petikan putusan PN Tanjungpinang yang dibuat tahun 2012 untuk mengelabui PP 99 tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
Dalam pasal yang mengatur tentang PP tersebut yang ditetapkan sampai sekarang pada masa Menkumham Amir Syamsudin dan Wakil Menkumham Denny Indrayana disebutkan, jika mendapat remisi harus membayar denda Rp1 miliar dan aturan lainnya yang harus dipenuhi.
Sehingga dengan diperketatnya PP tersebut membuat hal ini menjadi terkendala dan sama sekali aturan tersebut masih menjadi polemik yang berkepangangan. Napi yang terkena PP 99 ini sampai dengan sekarang belum dibebaskan.
Namun, pembebasan Lie Pinto yang seharusnya kena dalam PP 99. Menurut pihak PN menjadi heran dan seharusnya yang bersangkutan ditangkap kembali dan dimasukkan ke Lapas km 18 Kijang. PP 99 tahun 2012 keluar tanggal 12 Nopember 2012, dibawah tanggal tersebut masih menguunakan PP 28. Kalau vonis hukuman saat itu berlaku di bawah tanggal 12 Nopember 2012 artinya masih mendapatkan remisi.
"Silakan di cek kembali apakah dari Rumah Tanahan (Rutan) Pemasyarakatan Tanjungpinang dan Lapas km 18 Kijang. Kemungkinan disinyalir bisa dirubah disana petikannya, karena mengacu dalam PP 99 tersebut, seharusnya Lie Pinto ditangkap kembali dan dimasukkan ke Lapas," imbuh staff PN Tanjungpinang yang enggan disebutkan namanya, beberapa waktu lalu.
Bentuk Tim Kepala Sub Bidang Pembinaan Kanwil Hukum dan HAM Kepri Zulhendri saat dikonfirmasi beberapa waktu lalu mengatakan, terkait mengenai remisi PB berdasarkan atas usulan unit pelaksana teknis (UPT) dalam hal ini Lapas.
"Kita hanya menerima naskah yang sudah dilegalisir dari Lapas Klas II A Tanjungpinang, di km 18, Bintan yang didepan. Terkait dengan vonis putusan di LP, sedangkan putusan asli petikan tersebut tidak kami terima. Karena kami menerima copian berkasnya yang ada legalisir," kata Zulhendri.
Sementara itu, Kasubbag Humas Kanwil Hukum dan HAM Kepri Rinto Gunawan mengatakan, terkait dengan dugaan petikan putusan PN Tanjungpinang yang dipalsukan untuk mengelabui PP 99 tersebut jika ternyata terbukti maka akan berakibat fatal.
"Kalau memang benar petikan putusan PN Tanjungpinang ini dipalsukan, maka akan fatal, temuan ini secepatnya akan kami laporkan dengan Kepala Kanwil Hukum dan HAM Kepri, pak Ohan," ujar Rinto ditemui di kantor Kanwil Hukum dan HAM Kepri km 14 Tanjungpinang, baru-baru ini.
Lebih lanjut Rinto mengatakan, jika terbukti petikan putusan PN Tanjungpinang tersebut dirubah, maka sudah terjadi manipulasi putusan untuk mendapatkan PP 28 tersebut.
Sementara lanjutnya, bila dibandingkan dengan kondisi seperti Rian Syahputra terpidana kasus narkoba jenis sabu yang hanya lebih sedikit 0,001 gram dengan vonis dan putusan yang sama sampai sekarang tidak bisa keluar.
"Kita akan bentuk tim dan telusuri, terkait dengan dugaan pemalsuan petikan putusan PN ini. Kita akan sampaikan nantinya dengan pimpinan seperti apa hasil penyelidikannya," imbuh Rinto.
Kepala Lapas Klas II A Tanjungpinang Djoko Pratito ditemui di Kanwil Hukum dan HAM Kepri kemarin, mengatakan remisi PB atas nama Lie Pinto berdasarkan atas vonis dan eksekusi Jaksa.
"Dia (Lie Pinto-red) mendapat surat keputusan (SK) dari Jakarta berdasarkan putusan pengadilan. Kita bekerja berdasarkan vonis dan eksekusi, namun mengenai petikan putusan PN yang berbeda saya tidak tahu," ujar Djoko seraya menyebutkan remisi PB Lie Pinto dari Lapas yang ia pimpin.
Terkait dengan petikan putusan PN Tanjungpinang dengan tahun yang berbeda, Djoko tidak mengetahuinya dan ia mengatakan bahwa remisi bebas Lie Pinto sesuai dengan usulannya tahun lalu.
"Lie Pinto bebas mendapat remisi yang usulkan saya tahun lalu," ujar Djoko yang baru bertugas empat bulan ini memimpin Lapas Klas II A Tanjungpinang.
Pembebasan Lie Pinto ini mnedapat protes keras dari orang tua Rian Syahputra atas sikap pihak Kanwil Hukum dan HAM Kepri serta Lapas km 18 Kijang.
"Kami hanya meminta hak anak kami, karena ada napi yang menjalani hukuman masuk dalam PP 99 sebelumnya telah bebas," ujar Syamsuri, kemarin.
Lebih lanjut Syamsuri mengungkapkan, sesuai dengan fakta, ada narapidana yang dua bulan lalu telah dibebaskan dan mendapat hukuman yang sama dengan anaknya dengan kasus sama narkoba, yaitu Lie Pinto. Akim ditangkap sekitar bulan Desember tahun 2012 dan sidang putusan pada bulan April 2013 yang divonis 5 tahun hukuman penjara. Artinya, disini Akim harus mengikuti PP 99 dan seharusnya belum bisa dibebaskan.
"Kami juga mengikuti sidang anak kami yang duluan dipenjara dari pada Akim. Dengan demikian, kami tidak tinggal diam dan akan cek ke Kejaksaan dan PN mengapa sampai terjadi demikian," kata Syamsuri bersama dengan ibunda Rian.
Dengan demikian imbuhnya, Kalapas Narkotika Tanjungpinang sudah mengkriminalisasi keputusan PN Tanjungpinang, yaitu dengan merubah PP 99 menjadi PP 28 yang menjadi putusan PN.
"Kami sebagai orang tua merasa tidak terima dengan keadilan yang diberikan oleh pihak Kanwil Hukum dan HAM Kepri serta Lapas Narkotika Tanjungpinang, Kijang. Bahwasannya, anak kami Rian Syahputra tidak pernah menerima remisi.
Mengapa Napi lain bernama Lie Pinto alias Akim bisa dibebaskan dari tahanan tiga bulan lalu, padahal dia sudah kena di PP 99 yang seharusnya dimasukkan lagi didalam Lapas," ujar Syamsuri.
Untuk diketahui, dalam PP No.28 Tahun 2006 tentang Perubahan atas PP No.32 tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, syarat pemberian remisi kepada napi korupsi memang lebih ringan.
Dalam Pasal 34 ayat (3), disebutkan; Bagi Narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme, narkotika dan psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara dan kejahatan hak asasi manusia yang berat, dan kejahatan transnasional terorganisasi lainnya, diberikan remisi apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut:
Pertama, Berkelakuan baik, Kedua, telah menjalani 1/3 masa pidana. Namun diselipkan, Pasal 34A, yang berbunyi; (1) Remisi bagi Narapidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (3) diberikan oleh menteri setelah mendapat pertimbangan dari Direktur Jenderal Pemasyarakatan.
Tetapi, pada masa Menkumham Amir Syamsudin dan Wakil Menkumham Denny Indrayana, aturan pemberian remisi diperketat dengan diterbitkannya PP No.99 tahun 2012. Dalam PP tersebut, Pasal 34A diubah, sehingga berbunyi; Pemberian remisi bagi Narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme, narkotika dan prekusor narkotika, psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara dan kejahatan hak asasi manusia yang berat, serta kejahatan transnasional terorganisasi lainnya, selain harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 juga harus memenuhi persyaratan:
a. Bersedia bekerjasama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya;
b. Telah membayar lunas denda dan uang pengganti sesuai dengan putusan pengadilan untuk Narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana korupsi; dan
c. telah mengikuti program deradikalisasi yang diselenggarakan oleh LAPAS dan/atau Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, serta menyatakan ikrar:
1) kesetiaan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia secara tertulis bagi Narapidana Warga Negara Indonesia, atau
2) Tidak akan mengulangi perbuatan tindak pidana terorisme secara tertulis bagi Narapidana Warga Negara Asing, yang dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme.
(3) Narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana narkotika dan prekursor narkotika,psikotropika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya berlaku terhadap Narapidana yang dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun.
(4) Kesediaan untuk bekerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a harus dinyatakan secara tertulis dan ditetapkan oleh instansi penegak hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (hr/omri)
Menurut pihak PN Tanjungpinang, petikan putusan PN yang dibuat tahun 2012 diduga dipalsukan. Karena petikan aslinya tahun 2013. Begitu juga dengan tanggal penahanan dan lainnya dirubah serta tandatangan maupun paraf oleh pihak panitera PN dipalsukan. Sudah jelas bahwa petikan putusan PN Tanjungpinang yang dibuat tahun 2012 untuk mengelabui PP 99 tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
Dalam pasal yang mengatur tentang PP tersebut yang ditetapkan sampai sekarang pada masa Menkumham Amir Syamsudin dan Wakil Menkumham Denny Indrayana disebutkan, jika mendapat remisi harus membayar denda Rp1 miliar dan aturan lainnya yang harus dipenuhi.
Sehingga dengan diperketatnya PP tersebut membuat hal ini menjadi terkendala dan sama sekali aturan tersebut masih menjadi polemik yang berkepangangan. Napi yang terkena PP 99 ini sampai dengan sekarang belum dibebaskan.
Namun, pembebasan Lie Pinto yang seharusnya kena dalam PP 99. Menurut pihak PN menjadi heran dan seharusnya yang bersangkutan ditangkap kembali dan dimasukkan ke Lapas km 18 Kijang. PP 99 tahun 2012 keluar tanggal 12 Nopember 2012, dibawah tanggal tersebut masih menguunakan PP 28. Kalau vonis hukuman saat itu berlaku di bawah tanggal 12 Nopember 2012 artinya masih mendapatkan remisi.
"Silakan di cek kembali apakah dari Rumah Tanahan (Rutan) Pemasyarakatan Tanjungpinang dan Lapas km 18 Kijang. Kemungkinan disinyalir bisa dirubah disana petikannya, karena mengacu dalam PP 99 tersebut, seharusnya Lie Pinto ditangkap kembali dan dimasukkan ke Lapas," imbuh staff PN Tanjungpinang yang enggan disebutkan namanya, beberapa waktu lalu.
Bentuk Tim Kepala Sub Bidang Pembinaan Kanwil Hukum dan HAM Kepri Zulhendri saat dikonfirmasi beberapa waktu lalu mengatakan, terkait mengenai remisi PB berdasarkan atas usulan unit pelaksana teknis (UPT) dalam hal ini Lapas.
"Kita hanya menerima naskah yang sudah dilegalisir dari Lapas Klas II A Tanjungpinang, di km 18, Bintan yang didepan. Terkait dengan vonis putusan di LP, sedangkan putusan asli petikan tersebut tidak kami terima. Karena kami menerima copian berkasnya yang ada legalisir," kata Zulhendri.
Sementara itu, Kasubbag Humas Kanwil Hukum dan HAM Kepri Rinto Gunawan mengatakan, terkait dengan dugaan petikan putusan PN Tanjungpinang yang dipalsukan untuk mengelabui PP 99 tersebut jika ternyata terbukti maka akan berakibat fatal.
"Kalau memang benar petikan putusan PN Tanjungpinang ini dipalsukan, maka akan fatal, temuan ini secepatnya akan kami laporkan dengan Kepala Kanwil Hukum dan HAM Kepri, pak Ohan," ujar Rinto ditemui di kantor Kanwil Hukum dan HAM Kepri km 14 Tanjungpinang, baru-baru ini.
Lebih lanjut Rinto mengatakan, jika terbukti petikan putusan PN Tanjungpinang tersebut dirubah, maka sudah terjadi manipulasi putusan untuk mendapatkan PP 28 tersebut.
Sementara lanjutnya, bila dibandingkan dengan kondisi seperti Rian Syahputra terpidana kasus narkoba jenis sabu yang hanya lebih sedikit 0,001 gram dengan vonis dan putusan yang sama sampai sekarang tidak bisa keluar.
"Kita akan bentuk tim dan telusuri, terkait dengan dugaan pemalsuan petikan putusan PN ini. Kita akan sampaikan nantinya dengan pimpinan seperti apa hasil penyelidikannya," imbuh Rinto.
Kepala Lapas Klas II A Tanjungpinang Djoko Pratito ditemui di Kanwil Hukum dan HAM Kepri kemarin, mengatakan remisi PB atas nama Lie Pinto berdasarkan atas vonis dan eksekusi Jaksa.
"Dia (Lie Pinto-red) mendapat surat keputusan (SK) dari Jakarta berdasarkan putusan pengadilan. Kita bekerja berdasarkan vonis dan eksekusi, namun mengenai petikan putusan PN yang berbeda saya tidak tahu," ujar Djoko seraya menyebutkan remisi PB Lie Pinto dari Lapas yang ia pimpin.
Terkait dengan petikan putusan PN Tanjungpinang dengan tahun yang berbeda, Djoko tidak mengetahuinya dan ia mengatakan bahwa remisi bebas Lie Pinto sesuai dengan usulannya tahun lalu.
"Lie Pinto bebas mendapat remisi yang usulkan saya tahun lalu," ujar Djoko yang baru bertugas empat bulan ini memimpin Lapas Klas II A Tanjungpinang.
Pembebasan Lie Pinto ini mnedapat protes keras dari orang tua Rian Syahputra atas sikap pihak Kanwil Hukum dan HAM Kepri serta Lapas km 18 Kijang.
"Kami hanya meminta hak anak kami, karena ada napi yang menjalani hukuman masuk dalam PP 99 sebelumnya telah bebas," ujar Syamsuri, kemarin.
Lebih lanjut Syamsuri mengungkapkan, sesuai dengan fakta, ada narapidana yang dua bulan lalu telah dibebaskan dan mendapat hukuman yang sama dengan anaknya dengan kasus sama narkoba, yaitu Lie Pinto. Akim ditangkap sekitar bulan Desember tahun 2012 dan sidang putusan pada bulan April 2013 yang divonis 5 tahun hukuman penjara. Artinya, disini Akim harus mengikuti PP 99 dan seharusnya belum bisa dibebaskan.
"Kami juga mengikuti sidang anak kami yang duluan dipenjara dari pada Akim. Dengan demikian, kami tidak tinggal diam dan akan cek ke Kejaksaan dan PN mengapa sampai terjadi demikian," kata Syamsuri bersama dengan ibunda Rian.
Dengan demikian imbuhnya, Kalapas Narkotika Tanjungpinang sudah mengkriminalisasi keputusan PN Tanjungpinang, yaitu dengan merubah PP 99 menjadi PP 28 yang menjadi putusan PN.
"Kami sebagai orang tua merasa tidak terima dengan keadilan yang diberikan oleh pihak Kanwil Hukum dan HAM Kepri serta Lapas Narkotika Tanjungpinang, Kijang. Bahwasannya, anak kami Rian Syahputra tidak pernah menerima remisi.
Mengapa Napi lain bernama Lie Pinto alias Akim bisa dibebaskan dari tahanan tiga bulan lalu, padahal dia sudah kena di PP 99 yang seharusnya dimasukkan lagi didalam Lapas," ujar Syamsuri.
Untuk diketahui, dalam PP No.28 Tahun 2006 tentang Perubahan atas PP No.32 tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, syarat pemberian remisi kepada napi korupsi memang lebih ringan.
Dalam Pasal 34 ayat (3), disebutkan; Bagi Narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme, narkotika dan psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara dan kejahatan hak asasi manusia yang berat, dan kejahatan transnasional terorganisasi lainnya, diberikan remisi apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut:
Pertama, Berkelakuan baik, Kedua, telah menjalani 1/3 masa pidana. Namun diselipkan, Pasal 34A, yang berbunyi; (1) Remisi bagi Narapidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (3) diberikan oleh menteri setelah mendapat pertimbangan dari Direktur Jenderal Pemasyarakatan.
Tetapi, pada masa Menkumham Amir Syamsudin dan Wakil Menkumham Denny Indrayana, aturan pemberian remisi diperketat dengan diterbitkannya PP No.99 tahun 2012. Dalam PP tersebut, Pasal 34A diubah, sehingga berbunyi; Pemberian remisi bagi Narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme, narkotika dan prekusor narkotika, psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara dan kejahatan hak asasi manusia yang berat, serta kejahatan transnasional terorganisasi lainnya, selain harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 juga harus memenuhi persyaratan:
a. Bersedia bekerjasama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya;
b. Telah membayar lunas denda dan uang pengganti sesuai dengan putusan pengadilan untuk Narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana korupsi; dan
c. telah mengikuti program deradikalisasi yang diselenggarakan oleh LAPAS dan/atau Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, serta menyatakan ikrar:
1) kesetiaan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia secara tertulis bagi Narapidana Warga Negara Indonesia, atau
2) Tidak akan mengulangi perbuatan tindak pidana terorisme secara tertulis bagi Narapidana Warga Negara Asing, yang dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme.
(3) Narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana narkotika dan prekursor narkotika,psikotropika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya berlaku terhadap Narapidana yang dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun.
(4) Kesediaan untuk bekerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a harus dinyatakan secara tertulis dan ditetapkan oleh instansi penegak hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (hr/omri)