Karimun (Beritaintermezo.com)-Bupati Karimun Aunur Rafiq bakal menjadikan sepanjang Jalan Coastal Area Tanjungbalai Karimun sebagai pusat perkantoran. Di kawasan yang sekarang menjadi pusat keramaian dan wisata bagi masyarakat Karimun itu bakal dibangun sejumlah kantor diantaranya Gedung Daerah dan Kantor DPRD Karimun. "Pada 2018, penataan kota di Karimun akan mulai di Karimun. Kawasan Coastal Area bakal dijadikan sebagai pusat perkantoran, pelabuhan, perhotelan dan lokasi wisata. Salah satu gedung yang paling menonjol di kawasan Coastal Area adalah Gedung Daerah dan Kantor DPRD Karimun," ungkap Aunur Rafiq.
Menurut dia, konsep pembangunan itu sudah sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Karimun yang menjadikan kawasan Coastal Area menjadi kawasan strategis di Karimun. Untuk menunjang pembangunan di Coastal Area, pihaknya juga akan melanjutkan pembangunan jalan hingga ke Bandara Sei Bati.
Rencana pembangunan di Karimun itu sudah masuk dalam 6 skala prioritas yang dibahas dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Kabupaten Karimun 2018 yang dilaksanakan di Hotel Aston. Diantara 6 skala prioritas itu termasuk juga pembangunan jembatan konektivitas dan pembangunan Bandara Sei Bati.
Sebelumnya, Wakil Ketua DPRD Karimun Bhakti Lubis malah menyebut, konsep pembangunan di jalan pesisir Pulau Karimun Besar sebenarnya tidak sesuai dengan Peraturan Daerah (Perda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Karimun. Pasalnya, dalam Perda RTRW disebutkan kalau kawasan jalan pesisir sekarang merupakan kawasan ekonomi strategis di Karimun.
"Sebenarnya kebedaraan bangunan di jalan pesisir sudah melanggar aturan hukum di daerah ini, yakni Perda RTRW yang berlaku selama 20 tahun yakni 2011 hingga 2031. Soalnya, kawasan jalan pesisir diperuntukkan untuk ekonomi startegis di Karimun dan bukan untuk pedagang kaki lima," ujar Bakti Lubis di ruang kerjanya, belum lama ini.
Diakui Lubis, memang lahan yang ada di sepanjang jalan pesisir merupakan milik masyarakat, sehingga masyarakat selaku pemilik lahan punya hak untuk mendirikan bangunan atau berjualan sesuai dengan keinginan mereka. Namun, pemerintah daerah kan bisa membebaskan lahan itu menjadi milik pemerintah dengan membelinya dari masyarakat.
"Ketika jalan pesisir itu baru dibuka, pemerintah daerah harusnya langsung membebaskan lahan di sepanjang jalan lingkar itu untuk kepentingan pemerintah. Jika lahan itu sudah milik pemerintah, maka di sepanjang jalan pesisir itu bisa dibangun gedung-gedung sebagai penunjang ekonomi dan itu sesuai dengan konsep RTRW," jelas mantan Ketua Pansus RTRW DPRD Karimun ini.
Namun, kenyataan yang terjadi sekarang hampir di sepanjang jalan pesisir tersebut banyak berdiri warung penjual makanan penjaja selera milik masyarakat. Padahal, sepanjang jalan pesisir itu memiliki potensi yang besar dijadikan sebagai kawasan ekonomi strategis milik pemerintah.
"Kalau sekarang lahan yang ada di sepanjang jalan pesisir itu dibebaskan, tentu saja harganya sudah sangat tinggi. Dan masyarakat disana tentu saja keberatan untuk melepaskan tanah mereka lagi kepada pemerintah. Ini merupakan kelalaian dari pemerintah yang membiarkan lahan itu berlama-lama menjadi milik masyarakat," ungkap legislator Partai Hanura ini.
Kendati begitu, kata Lubis, masyarakat selaku pemilik lahan di jalan pesisir harus tunduk dengan kebijakan dari pemerintah daerah. Soal harga tanah disana, haruslah sesuai dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Jadi, masyarakat juga tidak bisa semena-mena soal harga tanah disana.
"Pemerintah sudah mengeluarkan anggaran diatas Rp200 miliar lebih untuk membangun jalan pesisir termasuk juga kawasan Coastal Area itu. Dalam konsep awalnya, dari titik 0-10 kilometer merupakan pusat pertokoan dan perkantoran. Itu sudah sesuai dengan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). Jadi, konsep itu harus bisa diwujudkan," terangnya. (tambunan)
Menurut dia, konsep pembangunan itu sudah sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Karimun yang menjadikan kawasan Coastal Area menjadi kawasan strategis di Karimun. Untuk menunjang pembangunan di Coastal Area, pihaknya juga akan melanjutkan pembangunan jalan hingga ke Bandara Sei Bati.
Rencana pembangunan di Karimun itu sudah masuk dalam 6 skala prioritas yang dibahas dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Kabupaten Karimun 2018 yang dilaksanakan di Hotel Aston. Diantara 6 skala prioritas itu termasuk juga pembangunan jembatan konektivitas dan pembangunan Bandara Sei Bati.
Sebelumnya, Wakil Ketua DPRD Karimun Bhakti Lubis malah menyebut, konsep pembangunan di jalan pesisir Pulau Karimun Besar sebenarnya tidak sesuai dengan Peraturan Daerah (Perda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Karimun. Pasalnya, dalam Perda RTRW disebutkan kalau kawasan jalan pesisir sekarang merupakan kawasan ekonomi strategis di Karimun.
"Sebenarnya kebedaraan bangunan di jalan pesisir sudah melanggar aturan hukum di daerah ini, yakni Perda RTRW yang berlaku selama 20 tahun yakni 2011 hingga 2031. Soalnya, kawasan jalan pesisir diperuntukkan untuk ekonomi startegis di Karimun dan bukan untuk pedagang kaki lima," ujar Bakti Lubis di ruang kerjanya, belum lama ini.
Diakui Lubis, memang lahan yang ada di sepanjang jalan pesisir merupakan milik masyarakat, sehingga masyarakat selaku pemilik lahan punya hak untuk mendirikan bangunan atau berjualan sesuai dengan keinginan mereka. Namun, pemerintah daerah kan bisa membebaskan lahan itu menjadi milik pemerintah dengan membelinya dari masyarakat.
"Ketika jalan pesisir itu baru dibuka, pemerintah daerah harusnya langsung membebaskan lahan di sepanjang jalan lingkar itu untuk kepentingan pemerintah. Jika lahan itu sudah milik pemerintah, maka di sepanjang jalan pesisir itu bisa dibangun gedung-gedung sebagai penunjang ekonomi dan itu sesuai dengan konsep RTRW," jelas mantan Ketua Pansus RTRW DPRD Karimun ini.
Namun, kenyataan yang terjadi sekarang hampir di sepanjang jalan pesisir tersebut banyak berdiri warung penjual makanan penjaja selera milik masyarakat. Padahal, sepanjang jalan pesisir itu memiliki potensi yang besar dijadikan sebagai kawasan ekonomi strategis milik pemerintah.
"Kalau sekarang lahan yang ada di sepanjang jalan pesisir itu dibebaskan, tentu saja harganya sudah sangat tinggi. Dan masyarakat disana tentu saja keberatan untuk melepaskan tanah mereka lagi kepada pemerintah. Ini merupakan kelalaian dari pemerintah yang membiarkan lahan itu berlama-lama menjadi milik masyarakat," ungkap legislator Partai Hanura ini.
Kendati begitu, kata Lubis, masyarakat selaku pemilik lahan di jalan pesisir harus tunduk dengan kebijakan dari pemerintah daerah. Soal harga tanah disana, haruslah sesuai dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Jadi, masyarakat juga tidak bisa semena-mena soal harga tanah disana.
"Pemerintah sudah mengeluarkan anggaran diatas Rp200 miliar lebih untuk membangun jalan pesisir termasuk juga kawasan Coastal Area itu. Dalam konsep awalnya, dari titik 0-10 kilometer merupakan pusat pertokoan dan perkantoran. Itu sudah sesuai dengan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). Jadi, konsep itu harus bisa diwujudkan," terangnya. (tambunan)