Pekanbaru (Beritaintermezo.com)-Mendekati pemilihan kepala daerah yang dalam waktu dekat akan segera diselenggarakan, WALHI Riau mendorong pengawasan terhadap kinerja kepala daerah di penghujung masa jabatannya. Dorongan pengawasan ini beranjak dari kekhawatiran terkait lahirnya kebijakan-kebijakan strategis kepala daerah di penghujung masa jabatannya khususnya di sektor perizinan. WALHI Riau juga turut menyoroti subsidi mega sejumlah 7,5 triliun rupiah kepada lima konglomerat sawit, yang mana salah satu afiliasi dari perusahaan sawit raksasa yang menerima subsidi tersebut diduga bermasalah dalam penerbitan izinnya dan berdampak pada kerusakan lingkungan hidup dan ekosistem gambut.
Bukan tidak berdasar, Riko Kurniawan selaku Direktur Eksekutif WALHI Riau memaparkan bagaimana lahirnya perizinanan mempertaruhkan kemaslahatan hajat hidup masyarakat di penghujung pergantian tahun politik.
“Kabupaten Indragiri Hilir menjadi salah satu contoh, dimana menjelang berakhirnya masa jabatan Indra Mukhlis Adnan selaku Bupati pada masa itu mengeluarkan sejumlah perizinan, salah satunya kepada PT Setia Agrindo Lestari (SAL) yang dalam catatan kami proses perizinan tersebut menabrak sejumlah aturan vital dalam pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup. Sebagai informasi, PT SAL merupakan afiliasi dari First Resources yang hari ini menerima subsidi sejumlah 479 miliar rupiah dari pemerintah. Hal ini tentu menjadi kontradiktif jika melihat izinnya saja diduga bermasalah dan aktifitasnya menyebabkan kerusakan lingkungan hidup dan ekosistem gambut. menjadi di Desa Pungkat, Kecamatan Gaung Kabupaten Indragiri Hilir,†terang Riko.
Hasil analisis Sistem Informasi Geospasial WALHI Riau yang dipimpin oleh Fandi Rahman mencatat bahwa lokasi perizinan yang diberikan kepada PT SAL pada akhir tahun 2012 tersebut tumpang tindih dengan Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru serta berada di kawasan gambut dengan kriteria lindung di Desa Pungkat Kecamatan Gaung.
“Hasil kajian ini mematahkan argumentasi PT SAL yang menyatakan bahwa areal konsesinya berada di atas tanah aluvial. Selain itu, kami juga mendapati bahwa areal konsesi PT SAL di Desa Pungkat sebagian besar merupakan hutan yang menjadi sumber penghidupan rakyat,†imbuhnya.
Staf advokasi dan kampanye WALHI Riau, Devi Indriani menambahkan bahwa hingga hari ini perusahaan perkebunan kelapa sawit tersebut terus beroperasi meski diduga belum mengantongi Hak Guna Usaha. Bahkan Masyarakat pada pertengahan 2017 lalu berhasil mendapatkan dokumentasi berupa video penebangan hutan dilakukan oleh PT SAL.
“Sebagai tambahan, hari ini PT SAL diduga sedang/ akan mengajukan Hak Guna Usahanya (HGU), namun kami memiliki fakta temuan bahwa jauh sebelum pengajuan HGU ini, PT SAL sudah beroperasi yang artinya hal tersebut merupakan aktivitas ilegal. Jika pengajuan HGU ini di tindaklanjuti, maka seluruh rakyat Riau bisa menilai betapa buruk dan acuhnya Pemerintah Kabupaten Indragiri Hilir terhadap kepentingan rakyatnya sendiri,†tambah Devi.
Riko Kurniawan juga mengingatkan bahwa Desa Pungkat Kecamatan Gaung Kabupaten Indragiri Hilir hanya salah satu daerah yang menjadi korban atas kebijakan strategis yang dikeluarkan menjelang habisnya masa jabatan, dimana secara jelas hal tersebut menyalahi asas dalam hukum administrasi negara terkait asas-asas umum pemerintahan yang baik. WALHI Riau kembali mengingatkan khususnya kepada pemerintah dan masyarakat kabupaten Inhil bahwa permasalahan akibat perizinan hingga aktivitas PT SAL yang mengakibatkan kerusakan gambut dan konflik sosial ini belum berakhir serta mendorong komitmen pemerintahan selanjutnya dalam pernyelesaian konflik antara PT SAL dan masyarakat Desa Pungkat.
“Menjelang pilkada khususnya di Indragiri Hilir diperlukan pengawasan setidaknya terhadap pemerintahan Wardan selaku Bupati Inhil hari ini dan melihat bagaimana komitmen calon pemimpin daerah tingkat dua selanjutnya dalam menyelesaikan konflik agraria yang terjadi serta mengatasi ketimpangan kepemilikian lahan dan akses kelola khususnya di Inhil dan kabupaten lainnya,†tutup Riko. ***
Bukan tidak berdasar, Riko Kurniawan selaku Direktur Eksekutif WALHI Riau memaparkan bagaimana lahirnya perizinanan mempertaruhkan kemaslahatan hajat hidup masyarakat di penghujung pergantian tahun politik.
“Kabupaten Indragiri Hilir menjadi salah satu contoh, dimana menjelang berakhirnya masa jabatan Indra Mukhlis Adnan selaku Bupati pada masa itu mengeluarkan sejumlah perizinan, salah satunya kepada PT Setia Agrindo Lestari (SAL) yang dalam catatan kami proses perizinan tersebut menabrak sejumlah aturan vital dalam pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup. Sebagai informasi, PT SAL merupakan afiliasi dari First Resources yang hari ini menerima subsidi sejumlah 479 miliar rupiah dari pemerintah. Hal ini tentu menjadi kontradiktif jika melihat izinnya saja diduga bermasalah dan aktifitasnya menyebabkan kerusakan lingkungan hidup dan ekosistem gambut. menjadi di Desa Pungkat, Kecamatan Gaung Kabupaten Indragiri Hilir,†terang Riko.
Hasil analisis Sistem Informasi Geospasial WALHI Riau yang dipimpin oleh Fandi Rahman mencatat bahwa lokasi perizinan yang diberikan kepada PT SAL pada akhir tahun 2012 tersebut tumpang tindih dengan Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru serta berada di kawasan gambut dengan kriteria lindung di Desa Pungkat Kecamatan Gaung.
“Hasil kajian ini mematahkan argumentasi PT SAL yang menyatakan bahwa areal konsesinya berada di atas tanah aluvial. Selain itu, kami juga mendapati bahwa areal konsesi PT SAL di Desa Pungkat sebagian besar merupakan hutan yang menjadi sumber penghidupan rakyat,†imbuhnya.
Staf advokasi dan kampanye WALHI Riau, Devi Indriani menambahkan bahwa hingga hari ini perusahaan perkebunan kelapa sawit tersebut terus beroperasi meski diduga belum mengantongi Hak Guna Usaha. Bahkan Masyarakat pada pertengahan 2017 lalu berhasil mendapatkan dokumentasi berupa video penebangan hutan dilakukan oleh PT SAL.
“Sebagai tambahan, hari ini PT SAL diduga sedang/ akan mengajukan Hak Guna Usahanya (HGU), namun kami memiliki fakta temuan bahwa jauh sebelum pengajuan HGU ini, PT SAL sudah beroperasi yang artinya hal tersebut merupakan aktivitas ilegal. Jika pengajuan HGU ini di tindaklanjuti, maka seluruh rakyat Riau bisa menilai betapa buruk dan acuhnya Pemerintah Kabupaten Indragiri Hilir terhadap kepentingan rakyatnya sendiri,†tambah Devi.
Riko Kurniawan juga mengingatkan bahwa Desa Pungkat Kecamatan Gaung Kabupaten Indragiri Hilir hanya salah satu daerah yang menjadi korban atas kebijakan strategis yang dikeluarkan menjelang habisnya masa jabatan, dimana secara jelas hal tersebut menyalahi asas dalam hukum administrasi negara terkait asas-asas umum pemerintahan yang baik. WALHI Riau kembali mengingatkan khususnya kepada pemerintah dan masyarakat kabupaten Inhil bahwa permasalahan akibat perizinan hingga aktivitas PT SAL yang mengakibatkan kerusakan gambut dan konflik sosial ini belum berakhir serta mendorong komitmen pemerintahan selanjutnya dalam pernyelesaian konflik antara PT SAL dan masyarakat Desa Pungkat.
“Menjelang pilkada khususnya di Indragiri Hilir diperlukan pengawasan setidaknya terhadap pemerintahan Wardan selaku Bupati Inhil hari ini dan melihat bagaimana komitmen calon pemimpin daerah tingkat dua selanjutnya dalam menyelesaikan konflik agraria yang terjadi serta mengatasi ketimpangan kepemilikian lahan dan akses kelola khususnya di Inhil dan kabupaten lainnya,†tutup Riko. ***