Selatpanjang (Beritaintermezo.com)-Persoalan lahan kerap terjadi di Provinsi Riau. Mungkin karena Riau menjadi daerah perkebunan sedang berkembang. Tumpang tindih kepemilikan kerap terjadi bahkan sampai lima orang.
Seperti cerita Maryanto, warga Selat Panjang Kabupaten Kepulauan Meranti. Lahan perkebunan sagu yang sudah 30 tahun dia kuasai tiba-tiba diklaim sekelompok orang. Klaim tersebut datang ketika salah satu perusahaan minyak hendak mengganti rugi karena masuk ke rencana jalan.
Maryanto pun pusing dan heran kenapa klaim sekelompok orang datang setelah puluhan tahun dia kuasai, dan itupun datang saat perusahaan mau mengganti rugi.
Kepada media ini Senin 5/9/2022, Maryanto menyebut lahan seluas 281 tersebut dia kuasai sejak tahun 1995, dan sudah beberapa kali panen sagu diatasnya.
Ia mengatakan lahan tersebut didapatnya dari jerih payah setelah dibeli dari Munir warga Desa Alai Kecamatan Tebing Tinggi Barat. Lahan tersebut berbatasan langsung dengan Sebelah Utara tanah Maryanto, Timur tanah hutan, Selatan tanah Atang, Barat tanah Maryanto. Sebagian dia beli dari Hamdan warga Kampung Alai Tahun 1991, dengan batas Sebelah Utara dengan Maryanto, Timur tanah hutan, Selatan tanah hutan, Barat dengan tanah Aliman.
"Sudah puluhan tahun yang lalu menjadi milik saya tidak ada masalah. Kenapa sekarang diklaim sekelompok orang?," Ujar Maryanto atau Aho.
Awal permasalahan itu kata Maryanto, ketika perusahaan EMP Malacca membuat jalan. Jalan tersebut terkena dengan lahan miliknya sekitar satu kilo meter.
Ditengah perundingan dengan perusahaan, muncul pula kelompok tani yang mengaku Kelompok Tani Tunas Harapan mengkalim dan mengaku lahan perkebunan tersebut milik mereka
Keberatan terhadap klaim kelompok tani tersebut, Maryanto membuat laporan ke polisi dengan harapan ada penyelesaian. Ia melaporkan kelompok tani pada tgl 22 / V /2020, Dengan nomor STPL/47/1V/2021/RIAU/SPKT/RES.KEP.MERANTI.
Harapan dapat menyelesaikan persoalan ditangani pihak kepolisian ternyata makin berlarut. Ia pun membuat inisiatif untuk berdamai dengan kelompok tani.
Dalam kesepakatan perdamaian tersebut disepakati berdamai di notaris Husnalita, SH, MKn ,. Notaris / PPAT , SK MENTERI HUKUM dan HAM RI tanggal 29 Desember 2006, NO.C -480.HT.2006, Jln Tengku Umar no 91A Selatpanjang.
Ditengah proses perdamaian dengan no 12 tanggal 16 Maret 2022 ini, sedikit mengganjal dalam benak Maryanto alias Aho. Notaris yang akan membuat perdamaian tidak pernah turun kelokasi untuk mengukur lahan permasalahan.
Ia berharap sebelum dibuat kesepakatan perdamaian dinotaris, pihak notaris harus turun dulu kelapangan mengukur tanah yang semula menjadi pokok permasalahan. Namun hal itu tidak dilakukan notaris.
Munurut maryanto alias Aho tanahnya di bagi arus pernah ia jual sama Atang seluas 10 Ha, dan sisa saya punya semua, jadi intinya saya tidak manipulasi data tentang keberadaan tanah kebun saya yang berlokasi sei Bagi Arus.
Mulyadi selaku rekan Maryanto mengatakan ketika membuat perdamaian di notaris Husnalita, diduga pihak notaris tidak turun kelapangan membawa juru ukur. Sehingga lokasi dan luas tanah tidak terkonfirmasi dengan jelas. Inilah membuat pertikaian antara Maryanto alias Aho dengan kelompok tani Tunas Harapan.
Menurut Mulyadi dalam waktu dekat, akan membawa kasus tersebut ke pengadilan melalui pengacara, agar kasus tersebut terungkap, karena banyak kejanggalan dan sangat merugikan maryanto alias Aho.( Karim)
Seperti cerita Maryanto, warga Selat Panjang Kabupaten Kepulauan Meranti. Lahan perkebunan sagu yang sudah 30 tahun dia kuasai tiba-tiba diklaim sekelompok orang. Klaim tersebut datang ketika salah satu perusahaan minyak hendak mengganti rugi karena masuk ke rencana jalan.
Maryanto pun pusing dan heran kenapa klaim sekelompok orang datang setelah puluhan tahun dia kuasai, dan itupun datang saat perusahaan mau mengganti rugi.
Kepada media ini Senin 5/9/2022, Maryanto menyebut lahan seluas 281 tersebut dia kuasai sejak tahun 1995, dan sudah beberapa kali panen sagu diatasnya.
Ia mengatakan lahan tersebut didapatnya dari jerih payah setelah dibeli dari Munir warga Desa Alai Kecamatan Tebing Tinggi Barat. Lahan tersebut berbatasan langsung dengan Sebelah Utara tanah Maryanto, Timur tanah hutan, Selatan tanah Atang, Barat tanah Maryanto. Sebagian dia beli dari Hamdan warga Kampung Alai Tahun 1991, dengan batas Sebelah Utara dengan Maryanto, Timur tanah hutan, Selatan tanah hutan, Barat dengan tanah Aliman.
"Sudah puluhan tahun yang lalu menjadi milik saya tidak ada masalah. Kenapa sekarang diklaim sekelompok orang?," Ujar Maryanto atau Aho.
Awal permasalahan itu kata Maryanto, ketika perusahaan EMP Malacca membuat jalan. Jalan tersebut terkena dengan lahan miliknya sekitar satu kilo meter.
Ditengah perundingan dengan perusahaan, muncul pula kelompok tani yang mengaku Kelompok Tani Tunas Harapan mengkalim dan mengaku lahan perkebunan tersebut milik mereka
Keberatan terhadap klaim kelompok tani tersebut, Maryanto membuat laporan ke polisi dengan harapan ada penyelesaian. Ia melaporkan kelompok tani pada tgl 22 / V /2020, Dengan nomor STPL/47/1V/2021/RIAU/SPKT/RES.KEP.MERANTI.
Harapan dapat menyelesaikan persoalan ditangani pihak kepolisian ternyata makin berlarut. Ia pun membuat inisiatif untuk berdamai dengan kelompok tani.
Dalam kesepakatan perdamaian tersebut disepakati berdamai di notaris Husnalita, SH, MKn ,. Notaris / PPAT , SK MENTERI HUKUM dan HAM RI tanggal 29 Desember 2006, NO.C -480.HT.2006, Jln Tengku Umar no 91A Selatpanjang.
Ditengah proses perdamaian dengan no 12 tanggal 16 Maret 2022 ini, sedikit mengganjal dalam benak Maryanto alias Aho. Notaris yang akan membuat perdamaian tidak pernah turun kelokasi untuk mengukur lahan permasalahan.
Ia berharap sebelum dibuat kesepakatan perdamaian dinotaris, pihak notaris harus turun dulu kelapangan mengukur tanah yang semula menjadi pokok permasalahan. Namun hal itu tidak dilakukan notaris.
Munurut maryanto alias Aho tanahnya di bagi arus pernah ia jual sama Atang seluas 10 Ha, dan sisa saya punya semua, jadi intinya saya tidak manipulasi data tentang keberadaan tanah kebun saya yang berlokasi sei Bagi Arus.
Mulyadi selaku rekan Maryanto mengatakan ketika membuat perdamaian di notaris Husnalita, diduga pihak notaris tidak turun kelapangan membawa juru ukur. Sehingga lokasi dan luas tanah tidak terkonfirmasi dengan jelas. Inilah membuat pertikaian antara Maryanto alias Aho dengan kelompok tani Tunas Harapan.
Menurut Mulyadi dalam waktu dekat, akan membawa kasus tersebut ke pengadilan melalui pengacara, agar kasus tersebut terungkap, karena banyak kejanggalan dan sangat merugikan maryanto alias Aho.( Karim)