Meranti (Beritaintermezo.com)-Dijelaskan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenaga Kerjaan,di pasal, 77,78,88 dan pasal 89, Tentang Waktu kerja dan Pengupahan, dalam waktu kerja harian meliputi, 8 jam 1 (satu) hari, dan setengah jam waktu istirahat, dan terkait tentang pengupahan setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan untuk mewujudkan penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan sebagaimana, sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 , Pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan yang melindungi Pekerja/Buruh sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 meliputi yaitu; Upah Minimum, Upah Kerja Lembur, Upah Minimum ditetapkan berdasarkan Keputusan Pemerintah Kabupaten/Kota dan Pemerintah Wilayah Provinsi, yaitu UMK (Upah Minimum Kabupaten/Kota, UMP (Upah Minimum Provinsi).
Namun lain halnya dengan nasib yang dialami oleh Fikri, 19 Tahun Warga Desa Teluk Beringin Kecamatan Penyalai Kabupaten Pelalawan,dan M.Tarmizi, 18 Tahun
Warga Desa dan Daerah yang sama serta Defriyanto, 26 Tahun asal Lombok Timur, yang bekerja buruh di Bangsal Sagu milik A seng, disungai Tanduk Pasemak Desa Lukun Kecamatan Tebing Tinggi Timur Kabupaten Kepulauan Meranti.
Ketiga buruh tersebut mengungkap nasib yang mereka alami, kesejumlah awak media di Selatpanjang pada hari senin tanggal 29 juni 2020 yang lalu.
Mereka merasa dijadikan seperti sapi perahan oleh pengusaha bangsal sagu tersebut, yaitu pertama mengenai waktu jam kerja yang dimulai jam, 6,30 wib.pagi sampai dengan jam 5, 30 wib.sore dan istirahat setengah jam pada makan siang, jika dikalkulasi pengusaha Bangsal sagu tersebut telah mempekerjakan kepada buruh tersebut melebihi waktu jam kerja.
Sementara, Fikri, M.Tarmizi dan Defriyanto, hanya diberi upah Rp.50.000.-/hari oleh pengusaha bangsal sagu tersebut, jika dikalkulasi masing-masing buruh terbut
hanya menerima Rp.1.500.000.-/bulan, sementara upah minimum UMK Kabupaten Kepulaun Meranti Rp.2.150.000.-,dan yang pelik lagi disamping nasibnya
Tenaganya merasa diperas juga hanya diberi upah Rp.50.000.-/perharinya, juga, Fikri, M.Tarmizi dan Defriyanto, yang sudah bekerja 25 hari dibangsal sagu milik A seng tersebut tidak menerima upah yang sebaliknya terhutang kepada pengusaha, menurut
Perhitungan, Fikri, M.Tarmizi dan Defriyanto, selama bekerja 25 hari mereka masih menerima masing-masing Rp.600.000.-, Rp.420.000.- dan Rp.80.000.- , Namun berbeda dengan catatan perhitungan
Sang Toke pemilik bangsal sagu tersebut yaitu Aseng, ketiga buruh tersebut dalam pekerjaannya selama 25 hari, Tekor, yang artinya ketiga orang buruh bangsal sagu tersebut terhutang kepada pengusaha.
Demi untuk keseimbangan informasi sejumlah awak media mencoba melakukan konfirmasi dengan mendatangi kediaman Aseng dijalan Teuku Umar Selatpanjang, Namun tidak berhasil ditemui.
Pada hari Rabu tanggal 1 juli 2020, media ini mencoba konfirmasi lagi kepada Aseng via ponselnya dengan nomor 0812 7563 xxx ( berkali-kali Aktif- Red ) Namun Aseng enggan untuk mengangkat ponselnya tersebut, begitu juga kala dikonfirmasai via whatsAppnya terkait masalah ketiga orang buruhnya tersebut juga tak ada balasan, sampai berita ini dimuat.***(deki)
Namun lain halnya dengan nasib yang dialami oleh Fikri, 19 Tahun Warga Desa Teluk Beringin Kecamatan Penyalai Kabupaten Pelalawan,dan M.Tarmizi, 18 Tahun
Warga Desa dan Daerah yang sama serta Defriyanto, 26 Tahun asal Lombok Timur, yang bekerja buruh di Bangsal Sagu milik A seng, disungai Tanduk Pasemak Desa Lukun Kecamatan Tebing Tinggi Timur Kabupaten Kepulauan Meranti.
Ketiga buruh tersebut mengungkap nasib yang mereka alami, kesejumlah awak media di Selatpanjang pada hari senin tanggal 29 juni 2020 yang lalu.
Mereka merasa dijadikan seperti sapi perahan oleh pengusaha bangsal sagu tersebut, yaitu pertama mengenai waktu jam kerja yang dimulai jam, 6,30 wib.pagi sampai dengan jam 5, 30 wib.sore dan istirahat setengah jam pada makan siang, jika dikalkulasi pengusaha Bangsal sagu tersebut telah mempekerjakan kepada buruh tersebut melebihi waktu jam kerja.
Sementara, Fikri, M.Tarmizi dan Defriyanto, hanya diberi upah Rp.50.000.-/hari oleh pengusaha bangsal sagu tersebut, jika dikalkulasi masing-masing buruh terbut
hanya menerima Rp.1.500.000.-/bulan, sementara upah minimum UMK Kabupaten Kepulaun Meranti Rp.2.150.000.-,dan yang pelik lagi disamping nasibnya
Tenaganya merasa diperas juga hanya diberi upah Rp.50.000.-/perharinya, juga, Fikri, M.Tarmizi dan Defriyanto, yang sudah bekerja 25 hari dibangsal sagu milik A seng tersebut tidak menerima upah yang sebaliknya terhutang kepada pengusaha, menurut
Perhitungan, Fikri, M.Tarmizi dan Defriyanto, selama bekerja 25 hari mereka masih menerima masing-masing Rp.600.000.-, Rp.420.000.- dan Rp.80.000.- , Namun berbeda dengan catatan perhitungan
Sang Toke pemilik bangsal sagu tersebut yaitu Aseng, ketiga buruh tersebut dalam pekerjaannya selama 25 hari, Tekor, yang artinya ketiga orang buruh bangsal sagu tersebut terhutang kepada pengusaha.
Demi untuk keseimbangan informasi sejumlah awak media mencoba melakukan konfirmasi dengan mendatangi kediaman Aseng dijalan Teuku Umar Selatpanjang, Namun tidak berhasil ditemui.
Pada hari Rabu tanggal 1 juli 2020, media ini mencoba konfirmasi lagi kepada Aseng via ponselnya dengan nomor 0812 7563 xxx ( berkali-kali Aktif- Red ) Namun Aseng enggan untuk mengangkat ponselnya tersebut, begitu juga kala dikonfirmasai via whatsAppnya terkait masalah ketiga orang buruhnya tersebut juga tak ada balasan, sampai berita ini dimuat.***(deki)