Tak Mau Jadi Kambinghitam, RUU Antiterorisme Akhir Bulan Disahkan.

Tak  Mau Jadi Kambinghitam, RUU Antiterorisme Akhir Bulan Disahkan.

Jakarta (Beritaintermezo.com)-Ketua DPR RI Bambang Soesatyo menolak jika lembaga DPR   dijadikan kambing hitam terkait molornya pembahasan RUU Terorisme akhir-akhir ini. Untuk membuktikan dipersilahkan supaya pembahasannya nanti dilakukan secara terbuka.

 â€œKalau nanti ada yang menggoreng lagi, saya minta pansus untuk melakukan rapat terbuka agar publik melihat siapa yang bermain dalam UU Antiterorisme yang diajukan sejak Februari 2016 ini,” tegas Bamsoet di Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Senin (23/5/2018).

Tapi kata politisi Golkar itu, pemerintah sudah sepakat untuk bersikap sama dengan panja DPR agar RUU Antiterorisme segera disahkan, sehingga tak ada lagi pembahasan yang krusial dari revisi UU ini,” ujarnya.

Namun, pemerintah sudah sepakat untuk satu suara dan pimpinan DPR mengapresiasi, dan menyambut baik sikap pemerintah tersebut. “RUU Antiterorisme akan disahkan pada akhir Mei 2018 ini. Apalagi, persoalan definisi yang diperdebatkan sudah disepakati oleh DPR dan pemerintah,” kata Bamsoet.

"Jadi, soal definisi sudah selesai. Itu yang dimasukkan dalam penjelasan," pungkasnya.
Sebelumnya Ketua Panja Revisi UU Antiterorisme Muhammad Syafi'i (Gerindra) mengatakan, ada lima unsur penting soal definisi terorisme yang diinginkan DPR.

Unsur-unsur tersebut antara lain, ada tindaknya kejahatan, menimbulkan rasa takut atau teror yang masif, menimbulkan korban, merusak objek vital yang strategis, dan, ada motif politik atau tidak?

Sementara itu, pemerintah menginginkan agar dalam definisi terorisme, poin kelima soal aksi teror memiliki motif dan tujuan politik dihilangkan.

DPR RI sudah mulai bersidang, namun sampai hari ini belum ada pembahasan RUU Terorisme. Yang pasti partai koalisi pemerintah sudah satu suara soal definisi terorisme tersebut.

 â€œFraksi partai koalisi pemerintah satu suara terkait isi Revisi Undang-undang (RUU) No. 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme (Antiterorisme),” tegas Sekjend PPP Arsul Sani.
itu disampaikan Arsul menanggapi sikap fraksi koalisi pemerintah dalam mendefinisikan "terorisme" yang disebut masih menjadi ganjalan dalam pembahasan RUU Antiterorisme.

Namun demikian, masih ada sedikit perbedaan di antara fraksi koalisi soal definisi terorisme.  Perbedaan pandangan itu bermuara dari belum sepahamnya DPR dan pemerintah terkait pengertian terorisme.

 â€œPemerintah menginginkan agar frasa "motif politik dan keamanan negara" tidak dicantumkan dalam batang tubuh, melainkan dalam penjelasan,” ujar anggota Komisi III DPR itu.

Sementara itu sebagian fraksi koalisi dan oposisi serta TNI menginginkan agar frasa motif politik dan keamanan negara dicantumkan dalam batang tubuh.

Bagi sebagian fraksi partai koalisi pemerintah kata Arsul, dimasukannya frasa "adanya motif politik dan ancaman terhadap keamanan negara" dalam batang tubuh pasal definisi terorisme bukan harga mati.

Di sisi lain, adanya usulan dari fraksi oposisi agar frasa "motif politik dan ancaman terhadap keamanan negara" dimasukan dalam batang tubuh pasal definisi terorisme. Selain itu fraksi oposisi juga tidak terlalu ngotot terhadap usulan tersebut.

 â€œJadi, usulan itu merupakan upaya agar TNI diberi peran lebih dalam pemberantasan terorisme. "Itu lebih pada pandangan bahwa ke depan memang seyogianya TNI diberi peran lebih," pungkas Arsul.(Bir)

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index