Dihargai 10 Juta, Istri Korban Tewas Pekerja Fly Over Pasar Arengka Tolak Santunan Perusahaan

Dihargai 10 Juta, Istri Korban Tewas Pekerja Fly Over Pasar Arengka Tolak Santunan Perusahaan

Pekanbaru (Beritaintermezo.com)-Pembangunan jalan layang (fly over) di kawasan Pasar Pagi Arengka, Pekanbaru, memakan korban. Salah seorang pekerjanya, jatuh dari ketinggian jembatan. Pihak perusahaan hanya memberikan santunan Rp10 juta dan ditolak isteri korban.

Menurut informasi yang dihimpun toRiau.co, pekerja yang menjadi korban pembangunan fly over Pasar Pagi Arengka di Jalan Soekarno-Hatta dan Soebrantas itu adalah Agus Andriansyah (20) yang berasal dari Sukabumi. Peristiwa naas itu terjadi pada Kamis, 20 Desember 2018 silam dan baru tercium pers awal tahun 2019 ini. Itupun karena adanya kekecewaan dari keluarga korban yang tidak terima dengan nilai santunan yang diberikan pihak perusahaan.

Isteri korban Zulmaifeksrina Dewi (26) kepada wartawan media ini, mengungkapkan, kecelakaan kerja yang menyebabkan kematian suaminya itu meninggalkan duka mendalam bagi dirinya dan anaknya.

Dewi menuturkan, berdasarkan kronologis kejadian yang didapat dari teman kerja suaminya, yakni Andre Kurniawan, musibah itu bermula saat korban diperintahkan untuk memplester jembatan fly over. Tepatnya pada pukul 11.00 WIB, tanggal 20 Desember 2018, terjadilah musibah naas itu. Andre melihat Agus jatuh dari ketinggian jembatan layang fly over.

Andre panik melihat rekan kerjanya jatuh tak sadarkan diri. Lalu Andre bergegas membawa korban ke dalam mobil untuk di bawa ke rumah sakit Sansani dan dilanjutkan ke RS Santa Maria, guna dilakukan rontgen di kepala korban selama lebih kurang 1 jam. Kemudian korban dirujuk lagi ke RS Bhayangkara  untuk dirawat inap selama 5 hari.

"Kondisi korban saat terjadinya kecelakan itu, saya melihat di kepala korban muncul benjolan di kiri maupun di kanan. Sedangkan pada areal paha atas  terdapat besi menacap," tutur isteri korban menirukan apa yang disampaikan Andre.

Namun, nyawa Agus tak tertolong. Pihak rumah sakit pada tanggal 25 Desember 2018, menyatakan korban telah meninggal dunia akibat luka serius yang dialami karena jatuh dari ketinggian.

"Kemudian jenazah korban saya bawa ke keluarga korban, yakni orangtuanya yang berada di sukabumi untuk di kebumikan pada Rabu (26/12/2018)," ujar Andre.

Setelah dimakamkan secara layak, isteri korban balik lagi ke Pekanbaru untuk menjumpai pihak perusahaan Fly Over yakni PT. Dewanto Cipta Pratama yang ditetapkan sebagai pemenang tender proyek pembangunan fly over, agar santunan kematian diberikan.

Namun saat pertemuan di kantor  PT Dewanto Cipta Pratama Perwakilan Riau, isteri korban,
Zulmaifeksrina Dewi hanya diberikan santunan sebesar Rp10 juta.

 "Langsung saya tolak santunan itu, karena tidak wajar. Pertemuan dengan pihak perusahaan membuat saya kecewa, dimana tanggung jawabnya terhadap tenaga kerja. Akhirnya saya pulang ke rumah dan menolak santunan itu," tutur Dewi. 

Menurut Dewi, hingga hari pihak perusahaan tidak pernah lagi  menghubunginya. "Seolah-olah tidak ada kejadian saja, padahal suami saya meninggal saat bekerja di fly over," ujar Dewi dengan raut wajah sedih.

Ketika ditanya, berapa menurut pihak keluarga santunan yang wajar diterima, disebutkan isteri korban tentunya berdasarkan peraturan perundang undangan tenaga kerja.

80 Bulan Gaji

Kepala Dinas Tenaga kerja dan transmigrasi Provinsi Riau, Rasidin Siregar yang dikonfirmasi secara terpisah terkait kasus tersebut mengatakan, dalam hal pekerja/buruh meninggal dunia, ahli waris pekerja/buruh berhak mendapatkan hak-haknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan tentang ketenagakerjaan.

"Bahkan jauh sebelum terjadi peristiwa naas itu, saya sendiri melakukan himbauan kepada pekerja di sana untuk menggunakan body harnes. Tapi seolah-olah tidak digubris," ungkap Rasidin.

Lanjut Rasidin, apabila sampai korban meninggal dunia, BPJS Ketenagakerjaan wajib memberikan santunan berkisar 80 bulan gaji jika pekerja  didaftarkan perusahaan. Tetapi bilamana tidak terdaftar di BPJS, maka kewajiban dibebankan kepada perusahaan itu sendiri.

Berdasarkan informasi yang diperoleh toRiau.co, almarhum bekerja di sana dengan penerimaan sekitar Rp3,2 juta sebulan. Dengan begitu, jika maksimal dia mendapatkan 80 bulan gaji sebagai santunan, setidak-tidaknya perusahaan harus membayar sekitar Rp250 juta.

Pihak Disnaker Riau, sebut Rasidin, akan menindak lanjuti kecelakaan kerja itu dengan memanggil pimpinan PT Dewanto Cipta Pratama untuk memberikan penjelasan. Bahkan tidak mungkin kalau itu terbukti bersalah berlanjut pada penindakan berujung pidana.

Membantah

Sementara itu Perwakilan  PT Dewanto Cipta Pratama di Riau, Supriyo, yang dikonfirmasi  toRiau.co secara terpisah membantah akan menyerahkan uang santunan sebesar Rp10 juta yang kemudian ditolak isteri korban.

"Soal nilai sama sekali tidak pernah membahas hal tersebut . Karena itu bukan wewenang saya. Itu menjadi tanggung jawab legal perusahan dalam penyelesaiannya," kata Supriyo.

Justru Pri mengaku pihaknya memang belum memberikan uang santunan kepada isteri korban karena yang bersangkutan tidak bisa menunjukkan buku nikah.

Kemudian, pihak perusahaan juga meragukan keabsahan tanda tangan orang tua korban yaitu Tuti yang diduga palsu. Begitu juga no rekeningnya tidak jelas punya siapa. "Kalau terbukti itu palsu, kita akan usut sesuai hukum berlaku," kata Pri.

Faktor itu juga menjadi pertimbangan ketika akan menyerahkan santunan kepada istri korban. "Pihak perusahan ingin menyerahkan uang santunan kepada orang yang berhak menerimanya, tepatnya keluarga korban," ujar Pri.

Bilamana sudah mendapatkan jawaban dari pimpinan perusahaan, bagwa benar orang tua korban Tuti yang menandatangani surat kuasa kepada Dewi (isteri korban), pihaknya akan menyerahkan santunan kematian secara tunai ke istri korban.

"Sementara total biaya keseluruhan, baik rawat inap rumah sakit sampai penerbangan jenazah dari Pekanbaru - Sukabumi berkisar Rp40 juta ditanggung oleh pihak perusahaan sepenuhnya," tutup Pri.***

Sumber  : to Riau.com

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index