Pekanbaru (Beritaintermezo.com)-Sejak hadirnya perusahaan sawit PT Setia Agrindo Lestari (SAL) di Desa Pungkat Kecamatan Gaung Kabupaten Indragiri Hilir membuat kehidupan ribuan masyarakat kehilangan mata pencaharian. Selain kehilangan mata pencaharian, kehadiran perusahaan perkebunan tersebut juga harus diterima masyarakat Desa Pungkat ditahanana Jeruji Besi.
Hadirnya perusahaan PT SAL di Desa Pungkat pada tahun 2012, awal konflik masyarakat dengan perusahaan. Setelah mendapatkan izin lokasi pada tahun 2012, kemudian pemerintah mengeluarkan izin HGU pada tahun 2013. Konflik antara perusahaan dengan masyarakat mulai semakin memanas yang berujung puluhan masyarakat ditahan dipenjara.
Konflik antara perusahaan dan masyarakat sudah mendapatkan rekomendasi dari Bupati Wardan agar perusahaan tidak beroperasi sebelum ada keputusan dari pemerintah pusat. Namun surat pemerintah Kabupaten Indragiri Hilir mulai dari Kepala Desa, Camat sampai Bupati dan Ketua DPRD Inhil tidak gubris.
Perjuangan Temui Titik Terang
Warga Desa Pungkat, Indragiri Hilir (Inhil) bisa bernafas lega. Perjuangan mereka dalam konflik agraria dengan PT Setia Agrindo Lestari (SAL) mulai menunjukkan titik terang. Mereka optimis akan kembali mendapatkan hak-haknya.
Seperti diungkapkan Hernawaty warga Desa Pungkat dalam konferensi pers bersama Wahana Lingkungan Indonesia (Walhi)) Riau pada Senin, 2 Oktober 2017.
"Kami bersama WALHI sudah lakukan kordinasi selama 1 tahun mengenai rusaknya hutan kami dan hasilnya kami harap masyarakat tidak lagi diganggu oleh PT SAL," ujarnya.
Hernawaty mengatakan bahwa dirinya telah lega, usai didampingi oleh WALHI Riau bertemu dengan pejabat yang berwenang di Jakarta. Keluhan mereka disambut baik oleh Tim Percepatan Penyelesain Konflik Agraria (PPKA). Selanjutnya tim di Jakarta ini berjanji akan menindak lanjuti laporan mereka.
Diantaranya akan melakukan pengkajian ulang atas perizinan yang diperoleh PT SAL untuk diteruskan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Bupati Inhil serta Badan Pertanahan.
"Jadi, disana kami mendampingi salah satu masyarakat untuk memaparkan alasan mereka, kenapa menolak kehadiran korporasi. Kami menawarkan solusi konflik diantaranya reforma agraria, penyelamatan ekosistem gambut, dan mengembalikan pendapatan ekonomi Desa Pungkat. Dan itu disambut baik," kata Direktur Eksekutif Walhi Riau, Rico Kurniawan.
Seperti diketahui jauh hari, konflik agraria antara warga Desa Pungkat vs PT SAL sudah berlangsung sejak 2014 lalu. Sejak kedatangan korporasi ini, warga Desa Pungkat tidak lagi bisa menggantungkan hidup dari hasil hutan yang 80 persen mata pencarian mereka bergantung dari hasil pembuat kapal kayu terbaik di Riau.
Begitu juga dengan hasil ekonomi lainnya seperti pertanian, dan perikanan. Korporasi ini tanpa ampun merusak kawasan hutan hingga berimbas pada rusaknya ekosistem hutan. Selain itu perusahaan ini juga mereka nilai telah berdiri dan bekerja diatas lahan bergambut dengan kedalaman hingga 3 meter.
Pada Juni 2014, warga sempat membakar 9 unit alat berat milik PT SAL. Padahal aksi tersebut dipicu oleh kekesalan warga lantara PT SAL tidak mematuhi surat penghentian operasional dari Pemkab Inhil, DPRD Inhil dan Babinsa Pungkat. Ke-19 warga Desa Pungkat ini akhi rnya divonis masing masing 8 delapan bulan kurungan.
Fandi bidang hukum Walhi Riau mengatakan PT SAL mendapatkan izin HGU untuk kecamatan Gaung seluas 17 ribu hektar, 6000 hektar berada persis di Desa Pungkat yang luasnya 6000 dan telah ditanami 1300 ha.
Menurut Fandi, beriperasinya PT SAL di Indragiri Hilir telah menyalahi prosedural. Sebab, perusahaan terlebih dahulu mendapatkan izin HGU dari pada izin pelepasan hutan. Dimana PT SAL mendapatkan izin HGU 2013, sedangkan pelepasan hutan baru tahun 2014. Untuk itu, pemerintah diminta menghentikan dan mencabut izin PT SAL di Desa Pungkat. (jin)
Hadirnya perusahaan PT SAL di Desa Pungkat pada tahun 2012, awal konflik masyarakat dengan perusahaan. Setelah mendapatkan izin lokasi pada tahun 2012, kemudian pemerintah mengeluarkan izin HGU pada tahun 2013. Konflik antara perusahaan dengan masyarakat mulai semakin memanas yang berujung puluhan masyarakat ditahan dipenjara.
Konflik antara perusahaan dan masyarakat sudah mendapatkan rekomendasi dari Bupati Wardan agar perusahaan tidak beroperasi sebelum ada keputusan dari pemerintah pusat. Namun surat pemerintah Kabupaten Indragiri Hilir mulai dari Kepala Desa, Camat sampai Bupati dan Ketua DPRD Inhil tidak gubris.
Perjuangan Temui Titik Terang
Warga Desa Pungkat, Indragiri Hilir (Inhil) bisa bernafas lega. Perjuangan mereka dalam konflik agraria dengan PT Setia Agrindo Lestari (SAL) mulai menunjukkan titik terang. Mereka optimis akan kembali mendapatkan hak-haknya.
Seperti diungkapkan Hernawaty warga Desa Pungkat dalam konferensi pers bersama Wahana Lingkungan Indonesia (Walhi)) Riau pada Senin, 2 Oktober 2017.
"Kami bersama WALHI sudah lakukan kordinasi selama 1 tahun mengenai rusaknya hutan kami dan hasilnya kami harap masyarakat tidak lagi diganggu oleh PT SAL," ujarnya.
Hernawaty mengatakan bahwa dirinya telah lega, usai didampingi oleh WALHI Riau bertemu dengan pejabat yang berwenang di Jakarta. Keluhan mereka disambut baik oleh Tim Percepatan Penyelesain Konflik Agraria (PPKA). Selanjutnya tim di Jakarta ini berjanji akan menindak lanjuti laporan mereka.
Diantaranya akan melakukan pengkajian ulang atas perizinan yang diperoleh PT SAL untuk diteruskan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Bupati Inhil serta Badan Pertanahan.
"Jadi, disana kami mendampingi salah satu masyarakat untuk memaparkan alasan mereka, kenapa menolak kehadiran korporasi. Kami menawarkan solusi konflik diantaranya reforma agraria, penyelamatan ekosistem gambut, dan mengembalikan pendapatan ekonomi Desa Pungkat. Dan itu disambut baik," kata Direktur Eksekutif Walhi Riau, Rico Kurniawan.
Seperti diketahui jauh hari, konflik agraria antara warga Desa Pungkat vs PT SAL sudah berlangsung sejak 2014 lalu. Sejak kedatangan korporasi ini, warga Desa Pungkat tidak lagi bisa menggantungkan hidup dari hasil hutan yang 80 persen mata pencarian mereka bergantung dari hasil pembuat kapal kayu terbaik di Riau.
Begitu juga dengan hasil ekonomi lainnya seperti pertanian, dan perikanan. Korporasi ini tanpa ampun merusak kawasan hutan hingga berimbas pada rusaknya ekosistem hutan. Selain itu perusahaan ini juga mereka nilai telah berdiri dan bekerja diatas lahan bergambut dengan kedalaman hingga 3 meter.
Pada Juni 2014, warga sempat membakar 9 unit alat berat milik PT SAL. Padahal aksi tersebut dipicu oleh kekesalan warga lantara PT SAL tidak mematuhi surat penghentian operasional dari Pemkab Inhil, DPRD Inhil dan Babinsa Pungkat. Ke-19 warga Desa Pungkat ini akhi rnya divonis masing masing 8 delapan bulan kurungan.
Fandi bidang hukum Walhi Riau mengatakan PT SAL mendapatkan izin HGU untuk kecamatan Gaung seluas 17 ribu hektar, 6000 hektar berada persis di Desa Pungkat yang luasnya 6000 dan telah ditanami 1300 ha.
Menurut Fandi, beriperasinya PT SAL di Indragiri Hilir telah menyalahi prosedural. Sebab, perusahaan terlebih dahulu mendapatkan izin HGU dari pada izin pelepasan hutan. Dimana PT SAL mendapatkan izin HGU 2013, sedangkan pelepasan hutan baru tahun 2014. Untuk itu, pemerintah diminta menghentikan dan mencabut izin PT SAL di Desa Pungkat. (jin)